Dipinggiran
Laut Kota Kami, Para Nelayan Tampak Selalu Gembira Meskipun Miskin. Rumah
Mereka Terdiri Dari Gubuk, Tiang Bambu Beratap Daun Kelapa. Suara Mereka Yang
Keras Dan Gurauan Kasar Mereka, Seolah Mengesankan Bahwa Mereka Kurang Ajar.
Begitu Pula Pakaian Mereka, Yang Lelaki Bercelana Katok Dan Berbaju Kaos Hitam
Denang Golok Diikat Di Pinggang. Kain Sarung Terselempang, Berkopiah Dan Mata
Yang Tajam Mengesankan Darah Yang Keras. Perempuan Disini Berbicara Pedas,
Penuh Gairah Dan Pahit. Pakaian Mereka Mencolok Di Tubuh Padatnya, Mencolok
Seperti Ketawanya Yang Keras, Sambil Bibir Bergincu Itu Melemparkan Senyum Yang
Seolah-Olah Kurang Ajar. Tetapi Betapun Sebenarnya, Mereka, Seperti Dimana-Mana
Mempunyai Juga Kelembutan Hati Dan Ketulusan, Biarpun Mungkin Ketulusan Yang
Agak Bodoh. Malam Ini Semua Itu Terjadi.
Malam
Ini, Perkampungan Nelayan Itu, Dirumah Mat Kontan Dan Soleman Tampak Sepi.
Barangkali Hampir Seisi Kampung Melihat Ubruk, Sebab Bunyi Ubruk Disebelah
Timur Begitu Sayu Menikam-Nikam. Hanya Ujung Atap Dan Tonggak Bambu Rumah Soleman
Saja Yang Tampak Dikiri. Dekat Tonggak Bambu Itu Tergantung Sebuah Lentera Yang
Diombang-Ambing Angin Barat. Ada Sebuah Bangku Dibawah Lentera Itu, Biasa
Dipakai Oleh Soleman Untuk Duduk-Duduk, Tapi Malam Ini Bangku Itu Kosong. Rumah
Yang Dihadapan Rumah Soleman Itulah Rumahnya Mat Kontan, Seorang Yang Terkenal
Sombong Di Kampung Itu. Pintu Rumahnya Tertutup. Biasanya, Disebelah Kanan
Pintu Itu Ia Duduk Di Sebuah Bangku Bambu Panjang. Dengan Menaiki Bangku Itu Ia
Sering Bersiul Mempermainkan Perkututnya Di Dalam Sangkar Yang Tergantung Pada
Ujung Atap. Dikiri Pintu Ada Beberapa Pelepah Kelapa Teronggok. Sebuah Tiang
Jemuran Di Depan Rumah Masih Disangkuti Pakaian, Perlahan Terhembus Oleh Bias
Yang Berhembus Dari Balik Rumahnya Bersama Kertas-Kertas. Di Kejauhan Kelam,
Samar Buntut Perahu, Beberapa Tiang Temali Perahu Mengabur. Sunyi Makin
Tertekan Karena Suara Ubruk Di Kejauhan Itu Semakin Mengeras.
Tiba-Tiba Sunyi Itu Dipecahkan
Oleh Suara Tertawa Pendek Geli Dari Si Utai Setengah Pandir Yang Baru Keluar
Dari Pintu Rumah Mat Kontan. Ia Terus Berlari Dan Bersembunyi Di Dekat Pojokan
Rumah Soleman. Tertawanya Tertinggal Di Sana. Tak Lama Sesudah Itu Keluar
Paijah Istri Mat Kontan Berteriak Sambil Mencari-Cari.
Paijah
Kurang Ajar! Kurang Ajar! Kurang Ajar, Si Utai Sinting!
Kurang Ajar! Kurang Ajar! Kurang Ajar, Si Utai Sinting!
Matanya
Melihat Jemuran Dan Mengambil Satu Persatu Jemuran Itu, Tetapi Ia Masih Juga
Mencari-Cari Si Utai. Ketawa Si Utai Meledak
Utai
Ampun! Ampun!
Ampun! Ampun!
Muncul
Dari Persembunyiannya Sambil Menggaruk Kepala
Paijah
Babi! (Tapi Kemudian Tertawa Lucu). Ayo Bawa Pakaian Si Kecil Ini Ke Jemuran! Eh, Edan! Eh, Ke Jemuran (Latah), Eh, Bukan! Ke Dalam!
Babi! (Tapi Kemudian Tertawa Lucu). Ayo Bawa Pakaian Si Kecil Ini Ke Jemuran! Eh, Edan! Eh, Ke Jemuran (Latah), Eh, Bukan! Ke Dalam!
Utai
Saya Kira Saya Mau Dipukul Tadi! (Mengambil Pakaian) Saya Sudah Panas Dingin (Sambil Tertawa Ia Masuk)
Saya Kira Saya Mau Dipukul Tadi! (Mengambil Pakaian) Saya Sudah Panas Dingin (Sambil Tertawa Ia Masuk)
Paijah
Berjalan Menuju Bangku Di Muka Rumahnya, Duduk, Bernafas Lega. Tak Lama
Kemudian Keluar Utai Tertawa Geli.
Utai
Si Kecil Tidur Lagi Biarpun Kepalanya Panas. (Tak Dihiraukan), He, Kau Anggap Batu Saja Mulut Saya Ya?
Si Kecil Tidur Lagi Biarpun Kepalanya Panas. (Tak Dihiraukan), He, Kau Anggap Batu Saja Mulut Saya Ya?
Paijah (Dengan Nada Mengambang)
Sudah Malam Belum Pulang.
Sudah Malam Belum Pulang.
Utai
Siapa?
Siapa?
Paijah
Mat Kontan!
Mat Kontan!
Utai
Dia Itu Orang Paling Repot Di Kampung Kita. Tidak? Tidak Ha?
Dia Itu Orang Paling Repot Di Kampung Kita. Tidak? Tidak Ha?
Paijah
Dari Pagi Belum Pulang.
Dari Pagi Belum Pulang.
Utai
He Eh! Dari Pagi Saya Belum Merokok Sebab Dia Nggak Ada. Kemana Sih Dia?
He Eh! Dari Pagi Saya Belum Merokok Sebab Dia Nggak Ada. Kemana Sih Dia?
Paijah
Mestinya Beli Burung Ke Kalianda! (Melengos Ke Gantungan Sangkar Di Samping). Nggak Cukup Satu Dua. (Diam Sebentar) Kalau Tidak, Mestinya Pergi Taruhan. Kalau Tidak …………
Mestinya Beli Burung Ke Kalianda! (Melengos Ke Gantungan Sangkar Di Samping). Nggak Cukup Satu Dua. (Diam Sebentar) Kalau Tidak, Mestinya Pergi Taruhan. Kalau Tidak …………
Utai
(Melihat Sesuatu Terbang)
Kalau Tidak, Menangkap Kumbang
Kalau Tidak, Menangkap Kumbang
Melompat
Dan Berputar-Putar Di Halaman Sambil Tangannya Menangkap Sesuatu Tapi Tidak
Kena-Kena
Paijah
Bangsat. Orang Omong Benar Dia Main-Main.
Bangsat. Orang Omong Benar Dia Main-Main.
Utai
(Kecewa Karena Tidak Mendapatkan).
Apa Tadi Mpok? Apa?
Apa Tadi Mpok? Apa?
Paijah
Si Kontan, Lakiku. Mat Kontan.
Si Kontan, Lakiku. Mat Kontan.
Suara
Tangis Bayi Di Dalam Mengagetkan Paijah
Paijah
Duuuuh! Si Kontan Kecil Nangis Lagi, Tuh! Kau Sih Ribut Tertawa Saja!
Duuuuh! Si Kontan Kecil Nangis Lagi, Tuh! Kau Sih Ribut Tertawa Saja!
Paijah
Masuk. Utai Kecewa, Pergi Perlahan Ke Sudut Rumah Mengambil Pelepah Daun
Kelapa. Berjingkat Dia Pergi, Menghilang Di Balik Kelam Dalam Siul Sintingnya.
Soleman Muncul Dari Rumahnya.
Ia Tahu Kemana Utai Pergi. Kemudian Ia Melihat Sekeliling. Ia Duduk-Duduk Di
Bangkunya Dengan Lutut Menutup Mukanya, Tapi Asap Rokok Mengepul Dari Balik
Lutut Itu. Kini Matanya Menatap Ke Pintu Rumah Mat Kontan Lama-Lama Sambil
Membetulkan Sarung Yang Melingkari Lehernya. Sebentar-Bentar Kopiahnya
Ditekan-Tekan, Tapi Kemudian Menoleh Mendengar Suara Dikejauhan. Suara Itu
Adalah Suara Tukang Pijat, Seorang Buta Yang Sering Melintas Sambil Menyeret
Kaleng Bekas Susu. Baru Kemudian Ia Muncul Disamping Rumah Mat Kontan, Tapi Tak
Begitu Jelas Karena Disana Agak Gelap.
Tukang
Pijat ( Aneh Dan Spesifik Sekali)
Jaaaaat………Pi, Jaaaaat….Pi
Jaaaaat………Pi, Jaaaaat….Pi
Berulang-Ulang
Dan Membuat Kesal Soleman Karena Bunyi Kalengnya Membuat Berisik
Soleman
Hei ! Sudah Berapa Kali Dibilang, Jangan Kelewat Keras Kalau Lewat Disini!
Hei ! Sudah Berapa Kali Dibilang, Jangan Kelewat Keras Kalau Lewat Disini!
Tukang
Pijat
Hee, Kau Leman ? Ngak Melihat Pertunjukan Ubruk?
Hee, Kau Leman ? Ngak Melihat Pertunjukan Ubruk?
Soleman
Ngak. Pergi Sana!
Ngak. Pergi Sana!
Tukang
Pijat Kembali Dengan Suara Khasnya Pergi Menghilang
Soleman Bernafas Lega Dan Mengeluarkan Pisang Dari Kantongnya. Tapi…
Soleman Bernafas Lega Dan Mengeluarkan Pisang Dari Kantongnya. Tapi…
Utai
(Datang Dengan Ketawa Pendeknya Yang Menjengkelkan)
Man. Bagi Man.
Man. Bagi Man.
Soleman
Ini Satu Lagi Biang Keladi. Pergi Sana!
Ini Satu Lagi Biang Keladi. Pergi Sana!
Utai
(Memperhatikan Dengan Sedih Kulit Pisang Yang Dibuang).
Kalau Begitu, Bagi Dong Rokoknya!
Kalau Begitu, Bagi Dong Rokoknya!
Soleman
(Mengambil Rokok Kreteknya Dan Melemparkan Sebatang)
Pergi Sana! Nanti Kutendang Kau!
Pergi Sana! Nanti Kutendang Kau!
Utai
(Setelah Memungut Rokok)
Terimakasih Pak.
Terimakasih Pak.
Ia Pun
Menghilang, Paijah Muncul Di Pintu Rumahnya
Paijah
Ada Apa Man?
Ada Apa Man?
Soleman
Jahanam Betul Mereka!
Jahanam Betul Mereka!
Paijah Duduk Di Bangkunya. Soleman Memandang
Paijah, Tapi Paijah Menghindari Pandangan Itu Dengan Melihat Kearah Kegelapan.
Suara Kereta Api Dari Jauh Semakin Dekat, Lalu Melintas Derunya Dibalik Rumah
Soleman, Disini Pandangan Mereka Bertemu
Soleman
(Masih Memandangi Paijah, Memasang Rokok Dan Berkata Acuh Tak Acuh)
Kau Ngak Keluar Malam Ini Jah?
Kau Ngak Keluar Malam Ini Jah?
Paijah
(Terkejut, Membalas Pandangan).
Ngak.
Ngak.
Soleman
Begini Gelap Malamnya.
Begini Gelap Malamnya.
Paijah
Ya, Gelap. Hati Saya Juga Ikut Gelap.
Ya, Gelap. Hati Saya Juga Ikut Gelap.
Soleman
Kau Susah Jah!
Kau Susah Jah!
Paijah
Tahu Sendiri Saja! Ya, Memang Saya Susah, Man.
Tahu Sendiri Saja! Ya, Memang Saya Susah, Man.
Soleman
Kau Dengar Suara Ubruk Di Sana?
Kau Dengar Suara Ubruk Di Sana?
Paijah
(Angguk).
Kudengar. Kau Ngak Pergi?
Kudengar. Kau Ngak Pergi?
Soleman
Ngak! Capek! Semalam Suntuk Saya Dan Lakimu Main Empat Satu. (Melihat Paijah Murung). Kau Murung Benar!
Ngak! Capek! Semalam Suntuk Saya Dan Lakimu Main Empat Satu. (Melihat Paijah Murung). Kau Murung Benar!
Paijah
Si Kecil Sakit. Kontan Belum Pulang. Panas Saja Badannya Seharian Ini!
Si Kecil Sakit. Kontan Belum Pulang. Panas Saja Badannya Seharian Ini!
Soleman
Ngak Dibawa Ke Dukun!.
Ngak Dibawa Ke Dukun!.
Paijah
Dukun! Dan Punya Laki Yang Asik Dengan Perkutut, Kepala Haji, Beo Dan Kutilang? Mana Bisa Jadi!
Dukun! Dan Punya Laki Yang Asik Dengan Perkutut, Kepala Haji, Beo Dan Kutilang? Mana Bisa Jadi!
Soleman
Tiap Hari Kau Mengumpat Begitu.
Tiap Hari Kau Mengumpat Begitu.
Suara
Tangis Bayi Menyebabkan Paijah Terkejut Begitu Juga Soleman. Paijah Masuk Rumah
Dan Diikuti Oleh Soleman, Di Kejauhan Terdengar Tawa Mat Kontan. Soleman
Keluar, Lewat Samping Rumah Dan Menghilang).
Dengan Membawa Sangkar Burung
Mat Kontan Tertawa Kesenangan. Setiba Di Depan Rumah Soleman, Ia Berhenti.
Mat
Kontan
Hei, Man! Kau Masih Tidur Ha? (Karena Tidak Dijawab Ia Ketawa Lagi) Kalah Cuma Lima Puluh Kok Susah! (Menuju Sangkar Burung Perkutut Yang Bergantung Dan Bersiul Menirukan Burung Itu). Hiphooo (Mengambil Sangkar Dan Melihat Sekeliling) Sudah Hampir Malam Nih! Kau Musti Tidur, Tut. Sekarang Kau Sudah Kucarikan Bini. Nih! (Ia Menunjukkan Sangkar Yang Baru Dibawa). Jah? (Ia Ketawa Lagi). Paijah?
Hei, Man! Kau Masih Tidur Ha? (Karena Tidak Dijawab Ia Ketawa Lagi) Kalah Cuma Lima Puluh Kok Susah! (Menuju Sangkar Burung Perkutut Yang Bergantung Dan Bersiul Menirukan Burung Itu). Hiphooo (Mengambil Sangkar Dan Melihat Sekeliling) Sudah Hampir Malam Nih! Kau Musti Tidur, Tut. Sekarang Kau Sudah Kucarikan Bini. Nih! (Ia Menunjukkan Sangkar Yang Baru Dibawa). Jah? (Ia Ketawa Lagi). Paijah?
Karena
Tak Dijawab Maka Ia Masuk Rumah, Tapi Kemudian Ia Keluar Kembali Dan Duduk Di
Bangku Bambu Sambil Menggaruk Kudis Kakinya. Matanya Silau Kena Sorot Bateri
Dari Tempat Kelam
Mat
Kontan
Siapa Itu! Siapa Itu!
Siapa Itu! Siapa Itu!
Soleman
(Muncul Mendekat Dan Mempermainkan Cahaya Senternya).
Baru Pulang Tan?
Baru Pulang Tan?
Mat
Kontan ( Tertawa Gembira Dan Melompat).
Kau Tahu?
Kau Tahu?
Soleman
Apa? Burung Lagi?
Apa? Burung Lagi?
Mat
Kontan (Meledak Tertawanya).
Ha! Bagaimana Kau Bisa Menebak? Darimana Kau Tahu Itu?
Ha! Bagaimana Kau Bisa Menebak? Darimana Kau Tahu Itu?
Soleman
(Duduk).
Saya Kira Kau Tadi Ngobrol Dengan Haji Asan Di Tikungan Gudang Lelang. Betul Ngak? Ha?
Saya Kira Kau Tadi Ngobrol Dengan Haji Asan Di Tikungan Gudang Lelang. Betul Ngak? Ha?
Mat
Kontan
Ha, Kali Ini Kau Salah Tebak! Matamu Sudah Lamur Barangkali! Bukan Haji Asan, Tapi Pak Pijat! Tapi Itu Tidak Penting Man. Kau Tahu Perkutut Yang Kubawa Tadi? Itu Adalah Perkutut Yang Paling Mahal Harganya Di Dunia. Uang Ikan Yang Kita Dapat Kemarin Dari Borongan Itu, Saya Belikan Semua Buat Perkutut. Dan Kekalahan Kau Yang Berjumlah Lima Puluh Itu Buat Ongkos Mobil. (Memandang Soleman Terdiam Disangkanya Tak Memperhatikan) Ha? Kau Tak Percaya Ha? Mau Liha? Mau Lihat?
Ha, Kali Ini Kau Salah Tebak! Matamu Sudah Lamur Barangkali! Bukan Haji Asan, Tapi Pak Pijat! Tapi Itu Tidak Penting Man. Kau Tahu Perkutut Yang Kubawa Tadi? Itu Adalah Perkutut Yang Paling Mahal Harganya Di Dunia. Uang Ikan Yang Kita Dapat Kemarin Dari Borongan Itu, Saya Belikan Semua Buat Perkutut. Dan Kekalahan Kau Yang Berjumlah Lima Puluh Itu Buat Ongkos Mobil. (Memandang Soleman Terdiam Disangkanya Tak Memperhatikan) Ha? Kau Tak Percaya Ha? Mau Liha? Mau Lihat?
Soleman
Percaya Sih Percaya. Tapi Anakmu, Si Kecil, Sakit Kan?
Percaya Sih Percaya. Tapi Anakmu, Si Kecil, Sakit Kan?
Mat
Kontan
Persetan Si Kecil! (Sadar) O, Anakku! Maksud Saya Tadi Persetan Penyakit. Mudah-Mudahan Ia Lekas Sembuh!
Persetan Si Kecil! (Sadar) O, Anakku! Maksud Saya Tadi Persetan Penyakit. Mudah-Mudahan Ia Lekas Sembuh!
Soleman
Kalau Sembuh. Kalau Tidak Sembuh Bagaimana?
Kalau Sembuh. Kalau Tidak Sembuh Bagaimana?
Mat
Kontan
Ha ? Maksudmu…………..Mati?
Ha ? Maksudmu…………..Mati?
Soleman
(Mengangguk)
Mat
Kontan
Kau Kira Si Kecil Bisa Mati? Mat Kontan Kecil Bisa Mati, Begitu?
Kau Kira Si Kecil Bisa Mati? Mat Kontan Kecil Bisa Mati, Begitu?
Soleman
Sedang Nabi Bisa Mati?
Sedang Nabi Bisa Mati?
Mat
Kontan
Jangan Takuti Saya Man. Itu Satu-Satunya Kebanggaan Saya Disamping Burung Dan Bini Saya Paijah. Saya Telah Terlanjur Berdo’a Pada Tuhan Agar Cuma Dikaruniai Satu Anak. Kalau Si Kecil Mati Tentu Hilanglah Kebanggan Saya Sepotong.
Jangan Takuti Saya Man. Itu Satu-Satunya Kebanggaan Saya Disamping Burung Dan Bini Saya Paijah. Saya Telah Terlanjur Berdo’a Pada Tuhan Agar Cuma Dikaruniai Satu Anak. Kalau Si Kecil Mati Tentu Hilanglah Kebanggan Saya Sepotong.
Soleman
Tertawa Mengejek
Mat
Kontan
Kau Mengejek Saya Ya?
Kau Mengejek Saya Ya?
Soleman
Bukan Mengejek, Tapi Kau Ngak Kasihan Sama Satu Nyawa?
Bukan Mengejek, Tapi Kau Ngak Kasihan Sama Satu Nyawa?
Mat
Kontan
Ya Kasihan!
Ya Kasihan!
Soleman
Kau Ngak Kasihan Sama Binimu?
Kau Ngak Kasihan Sama Binimu?
Mat
Kontan
Ya Kasihan!
Ya Kasihan!
Soleman
Dari Tadi Ia Tunggu Kau Datang.
Dari Tadi Ia Tunggu Kau Datang.
Mat
Kontan
Benar? Masa! Ah, Tak Usah Repot-Repot Perkara Perempuan.
Benar? Masa! Ah, Tak Usah Repot-Repot Perkara Perempuan.
Soleman
Kau Terlalu Mengutamakan Burung Daripada Binimu Dan Si Kecil.
Kau Terlalu Mengutamakan Burung Daripada Binimu Dan Si Kecil.
Mat
Kontan
Memang!
Memang!
Soleman
Memang. Kau Tidak Bangga Punya Bini Cantik Ha?
Memang. Kau Tidak Bangga Punya Bini Cantik Ha?
Mat
Kontan
Bangga? Sudah Saya Bilang Tadi Saya Bangga. Saya Kan Sudah Lama Ngak Ke Kota Agung? Tadi Saya Ke Sana. Saya Bilang Bahwa Saya Sudah Punya Anak Satu Sekarang. Anak, Yang Keluar Dari Rahim Bini Saya Yang Cantik.
Bangga? Sudah Saya Bilang Tadi Saya Bangga. Saya Kan Sudah Lama Ngak Ke Kota Agung? Tadi Saya Ke Sana. Saya Bilang Bahwa Saya Sudah Punya Anak Satu Sekarang. Anak, Yang Keluar Dari Rahim Bini Saya Yang Cantik.
Soleman
Tapi Kebangggaan Itu Tak Pernah Terasa Oleh Binimu.
Tapi Kebangggaan Itu Tak Pernah Terasa Oleh Binimu.
Mat
Kontan (Memanggil)
Paijah, Paijah!
Paijah, Paijah!
Paijah
(Muncul).
Ada Apa?
Ada Apa?
Mat
Kontan
Saya Akan Mengatakan Kepadamu Bahwa Saya Tadi Ke Kota Agung Dan Bertemu Dengan Kawan-Kawan Lama.Saya Bilang, Bahwa Kau Sudah Punya Anak Sekarang.
Saya Akan Mengatakan Kepadamu Bahwa Saya Tadi Ke Kota Agung Dan Bertemu Dengan Kawan-Kawan Lama.Saya Bilang, Bahwa Kau Sudah Punya Anak Sekarang.
Paijah
Tapi Sudah Itu Kau Terus Cari Burung.
Tapi Sudah Itu Kau Terus Cari Burung.
Mat
Kontan (Salah Kira).
Ha, Ijah!
Ha, Ijah!
Paijah
Tanpa Memikirkan Kami.
Tanpa Memikirkan Kami.
Mat
Kontan
Hah? Ah Masuklah Kau! Tidak Mengerti Urusan Lelaki. Masuklah. Kami Mau Ngobrol.
Hah? Ah Masuklah Kau! Tidak Mengerti Urusan Lelaki. Masuklah. Kami Mau Ngobrol.
Paijah
Masuk
Mat
Kontan
Biniku Memang Manis.
Biniku Memang Manis.
Soleman
(Hanya Mengangguk)
Mat
Kontan
Kau Tahu Apa Yang Terjadi Sesudah Saya Bilang Bahwa Saya Sekarang Sudah Punya Anak? (Diam Sebentar, Kemudian Tertawa). Mereka Yang Dulu Sering Mengejek Saya Sebagai Lelaki Mandul Jadi Konyol.
Kau Tahu Apa Yang Terjadi Sesudah Saya Bilang Bahwa Saya Sekarang Sudah Punya Anak? (Diam Sebentar, Kemudian Tertawa). Mereka Yang Dulu Sering Mengejek Saya Sebagai Lelaki Mandul Jadi Konyol.
Soleman
(Mempermainkan Ujung Kakinya, Lalu Malas Memperhatikan Mat Kontan).
Saya Pulang Dulu. Pintu Belum Dikunci.
Saya Pulang Dulu. Pintu Belum Dikunci.
Mat
Kontan
Nanti Dulu. Hei, Kan Kita Ada Nih?
Nanti Dulu. Hei, Kan Kita Ada Nih?
Soleman
Tetap Pergi Kerumahnya. Depan Pintu Rumahnya Ia Berdiri, Seperti Ada Yang
Dipikirkannya. Tiba-Tiba.
Mat
Kontan
Man! (Soleman Tak Menoleh). Kau Ngak Enak Mendengar Saya Ngomong Sekarang Ya? Kalau Kau Mau Diganti Kembali Uang Kekayaanmu Kemarin. Baiklah!
Man! (Soleman Tak Menoleh). Kau Ngak Enak Mendengar Saya Ngomong Sekarang Ya? Kalau Kau Mau Diganti Kembali Uang Kekayaanmu Kemarin. Baiklah!
Soleman
Sesuatu Yang Sudah Kita Serahkan, Sukar Untuk Ditarik Kembali.
Sesuatu Yang Sudah Kita Serahkan, Sukar Untuk Ditarik Kembali.
Mat
Kontan
Apa Maksudmu? Apa Maksudmu Man?
Apa Maksudmu? Apa Maksudmu Man?
Soleman
Ya, Sesuatu Yang Sudah Kau Punyai Sekarang, Biar Bagaimanapun, Bukan Milik Saya Lagi.
Ya, Sesuatu Yang Sudah Kau Punyai Sekarang, Biar Bagaimanapun, Bukan Milik Saya Lagi.
Mat
Kontan
Saya Tak Mengerti Man.
Saya Tak Mengerti Man.
Soleman
Memang Kau Tak Pernah Mengerti.
Memang Kau Tak Pernah Mengerti.
Mat
Kontan
Ha? Saya Tak Pernah Mengerti? Saya Pikir, Sayalah Orang Yang Paling Mengerti Tentang Sesuatunya Di Dunia Ini.
Ha? Saya Tak Pernah Mengerti? Saya Pikir, Sayalah Orang Yang Paling Mengerti Tentang Sesuatunya Di Dunia Ini.
Mat
Kontan Lalu Pergi Ketengah Halaman, Lalu Melihat Ke Laut Dan Berkata Sambil
Menunjuk-Nunjuk.
Mat
Kontan
Saya Mengerti Angin, Ikan, Burung, Wayang Dan Agama.
Saya Mengerti Angin, Ikan, Burung, Wayang Dan Agama.
Soleman
Kau Juga Mengerti Tentang Pasir? Pasir Boblos?
Kau Juga Mengerti Tentang Pasir? Pasir Boblos?
Mat
Konta Merasa Sesuatu, Sehingga Ia Tersentak. Dengan Cepat Ia Melompat Ke
Soleman, Ketika Mukanya Tiba-Tiba Disentuh Tragedi Sehingga Ia Berkeringat .
Didekapnya Kawanya Itu.
Mat
Kontan (Takut).
Jangan Bilang Tentang Itu, Man. Saya Paling Takut Kalau Kau Bilang Perkara Itu. (Melepaskan). O, Aku Takut Kalau Kau Ulangi Cerita Lama Itu. Saya Adalah Orang Yang Kepingin Panjang Umur, Man. He, Kau Masih Ingat Peristiwa Itu, Man?
Jangan Bilang Tentang Itu, Man. Saya Paling Takut Kalau Kau Bilang Perkara Itu. (Melepaskan). O, Aku Takut Kalau Kau Ulangi Cerita Lama Itu. Saya Adalah Orang Yang Kepingin Panjang Umur, Man. He, Kau Masih Ingat Peristiwa Itu, Man?
Soleman
Masih.
Masih.
Mat
Kontan
Kau Masih Ingat Bagaimana Saya Kejeblos Dalam Pasir Dan Berteriak Minta Tolong Ketika Hampir Mati?
Kau Masih Ingat Bagaimana Saya Kejeblos Dalam Pasir Dan Berteriak Minta Tolong Ketika Hampir Mati?
Soleman
(Mengangguk)
Mat
Kontan
Saya Harap Sungguh, Hal Itu Jangan Kau Ceritakan Lagi.
Saya Harap Sungguh, Hal Itu Jangan Kau Ceritakan Lagi.
Mat
Kontan Kembali Ke Pekarangan Rumahnya, Duduk Dibangku, Lama Termenung Karena
Takut.
Mat
Kontan
Man. Sini Man.
Man. Sini Man.
Soleman
Saya Sudah Bosan Dengan Cerita Itu-Itu Juga. (Tapi Kemudian Ia Mendatangi Mat Kontan).
Saya Sudah Bosan Dengan Cerita Itu-Itu Juga. (Tapi Kemudian Ia Mendatangi Mat Kontan).
Mat
Kontan
Sungguh, Man. Saya Kepingin Hidup Panjang Umur. Kepingin Melihat Si Kontan Kecil Yang Jadi Milik Saya Satu-Satunya. Semoga Nanti Persis Seperti Saya Sifatnya.
Sungguh, Man. Saya Kepingin Hidup Panjang Umur. Kepingin Melihat Si Kontan Kecil Yang Jadi Milik Saya Satu-Satunya. Semoga Nanti Persis Seperti Saya Sifatnya.
Soleman
Kalau Sifatnya Seperti Saya Bagaimana?
Kalau Sifatnya Seperti Saya Bagaimana?
Mat
Kontan (Terdiam Terperangah Bernafas Berat).
Itu Tentu Saja Tak Mungkin. Sedang Namanya Saja Sudah Persis Seperti Saya. Kau Dengar? Kontan Kecil! Si Kontan Keci!!
Itu Tentu Saja Tak Mungkin. Sedang Namanya Saja Sudah Persis Seperti Saya. Kau Dengar? Kontan Kecil! Si Kontan Keci!!
Soleman
Sudah Pekak Kuping Saya Mendengar Lagakmu.
Sudah Pekak Kuping Saya Mendengar Lagakmu.
Mat
Kontan
Biar!
Biar!
Soleman
Mulai Malam Ini Jangan Ceritakan Lagi Tentang Anakmu Itu. Ceritakanlah Yang Lain.
Mulai Malam Ini Jangan Ceritakan Lagi Tentang Anakmu Itu. Ceritakanlah Yang Lain.
Mat
Kontan
Kalau Begitu Cerita Saya, Saya Tukar. Apa Ya?
Kalau Begitu Cerita Saya, Saya Tukar. Apa Ya?
Soleman
Pergi Ketempat Jauh Yang Agak Gelap. Mempermainkan Kerikil Dan Melemparkannya
Jauh-Jauh.
Mat
Kontan (Lembut)
Man. (Soleman Tak Menyahut). He, Man (Tak Menyahut). Man. Kau Iri Pada Saya Man? Kau Iri Kalau Saya Begitu Bahagia Punya Istri Dan Anak?
Man. (Soleman Tak Menyahut). He, Man (Tak Menyahut). Man. Kau Iri Pada Saya Man? Kau Iri Kalau Saya Begitu Bahagia Punya Istri Dan Anak?
Soleman
Tidak. Tidak Iri.
Tidak. Tidak Iri.
Mat
Kontan
Jadi Kenapa Kau Benci Kalau Saya Cerita Tentang Si Kontan Kecil?
Jadi Kenapa Kau Benci Kalau Saya Cerita Tentang Si Kontan Kecil?
Soleman
Buat Apa Saya Iri Padamu. Kau Juga Sering Membohongi Diri Sendiri. Ya, Kau Juga Sering Berlagak.
Buat Apa Saya Iri Padamu. Kau Juga Sering Membohongi Diri Sendiri. Ya, Kau Juga Sering Berlagak.
Mat
Kontan
Pasti! Pasti Kau Iri Pada Saya. Kau Iri Karena Saya Punya Bini Yang Cantik. Seorang Anak Lagi Yang Bakal Cinta Pada Perkutut Bapaknya. Kau Juga Iri Barangkali, Sebab Kalau Kita Main Taruhan Empat Satu Kau Selalu Saja Kalah.
Pasti! Pasti Kau Iri Pada Saya. Kau Iri Karena Saya Punya Bini Yang Cantik. Seorang Anak Lagi Yang Bakal Cinta Pada Perkutut Bapaknya. Kau Juga Iri Barangkali, Sebab Kalau Kita Main Taruhan Empat Satu Kau Selalu Saja Kalah.
Soleman
Kembali Mendekati Mat Kontan. Mulanya Mat Kontan Takut Tapi Setelah Dilihatnya
Soleman Tertawa Ia Heran. Apalagi Dilihatnya Soleman Duduk Di Bangkunya Dan
Main Kerikil.
Soleman
Ceritalah Lebih Banyak, Tan. Biar Saya Tuli.
Ceritalah Lebih Banyak, Tan. Biar Saya Tuli.
Mat
Kontan
Jadi Kalau Begitu Kau Masih Senang Pada Saya? Kalau Begitu Tebakan Saya Salah Kali Ini. Belum Pernah Saya Menebak Salah Tentang Dri Seseorang Selama Ini. (Duduk). Bagaimana Saya Akan Menceritakan Lebih Lanjut Tentang Bini Saya, Ha?
Jadi Kalau Begitu Kau Masih Senang Pada Saya? Kalau Begitu Tebakan Saya Salah Kali Ini. Belum Pernah Saya Menebak Salah Tentang Dri Seseorang Selama Ini. (Duduk). Bagaimana Saya Akan Menceritakan Lebih Lanjut Tentang Bini Saya, Ha?
Soleman
Hanya Mengangguk-Angguk Ketika Mat Kontan Tertawa Lebar
Mat
Kontan
Bagaimana Bini Saya!?
Bagaimana Bini Saya!?
Soleman
Cuma Satu Jawabanya, Cantik!
Cuma Satu Jawabanya, Cantik!
Mat
Kontan
Bagus! Lagi! Lagi!
Bagus! Lagi! Lagi!
Soleman
Mengairahkan!
Mengairahkan!
Mat
Kontan
Betuuuuuul, Betul. Dan Saya Sekarang Kepingin Membelikan Dia Baju Rok. (Mengeluarkan Uang Dari Kantong). Ini. Tadi Saya Menang Judi.
Betuuuuuul, Betul. Dan Saya Sekarang Kepingin Membelikan Dia Baju Rok. (Mengeluarkan Uang Dari Kantong). Ini. Tadi Saya Menang Judi.
Soleman
Apa? Rok. Baju Rok Sanghai Kata Orang Itu?
Apa? Rok. Baju Rok Sanghai Kata Orang Itu?
Mat
Kontan
Iya! Saya Lihat Bini Si Sadu, Si Johari Dan Si Hidayat Pada Pakai Rok Model Cina Sekarang. Bini Bastari Sudah Beranak Tiga Malah Pakai Itu.
Iya! Saya Lihat Bini Si Sadu, Si Johari Dan Si Hidayat Pada Pakai Rok Model Cina Sekarang. Bini Bastari Sudah Beranak Tiga Malah Pakai Itu.
Soleman
Tapi Binimu Lebih Bagus Pakai Kebaya Sempit Begitu.
Tapi Binimu Lebih Bagus Pakai Kebaya Sempit Begitu.
Mat
Kontan
Kau Tahu Apa Tentang Perempuan. Buktinya Kau Belum Punya Bini Sampai Sekarang. Itu Sudah Kuno, Bung.
Kau Tahu Apa Tentang Perempuan. Buktinya Kau Belum Punya Bini Sampai Sekarang. Itu Sudah Kuno, Bung.
Soleman
Kuno Dan Tidak Kuno Bukan Pada Pakaian.
Kuno Dan Tidak Kuno Bukan Pada Pakaian.
Mat
Kontan
A-Ha! Persetan! Tapi Kenapa Kau Bilang Mesti Berkebaya.
A-Ha! Persetan! Tapi Kenapa Kau Bilang Mesti Berkebaya.
Soleman
Pakai Kebaya Itu Gulung Kainnya Sempit. Jadi Bisa Menggiurkan Jejaka-Jejaka.
Pakai Kebaya Itu Gulung Kainnya Sempit. Jadi Bisa Menggiurkan Jejaka-Jejaka.
Mat
Kontan
Jadi Kalau Begitu Kau Juga Senang Dan Tergiur Jika Melihat Bini Saya Memakai Pakaian Sempit-Sempit?
Jadi Kalau Begitu Kau Juga Senang Dan Tergiur Jika Melihat Bini Saya Memakai Pakaian Sempit-Sempit?
Soleman
Mengangguk
Mat
Kontan (Terperangah Sebentar, Kemudian Tertawa).
Ha ! Saya Senang! Saya Memang Senang Kalau Orang Tergiur Sampai Keluar Ludahnya Barang Sebatok Kalau Melihat Bini Saya.
Ha ! Saya Senang! Saya Memang Senang Kalau Orang Tergiur Sampai Keluar Ludahnya Barang Sebatok Kalau Melihat Bini Saya.
Soleman
Jadi Kalau Ada Orang Cinta Pada Binimu Kau Juga Senang. Ha!
Jadi Kalau Ada Orang Cinta Pada Binimu Kau Juga Senang. Ha!
Mat
Kontan
Senang! Sebab Itu Berarti Juga Orang Akan Cinta Pada Saya. Bahkan Saya Akan Potong Rambutnya Pendek-Pendek Seperti Bini Si Asnin! Bajunya Belang-Belang Kuning Seperti Macan Tutul. Itu Tandanya Kita Sudah Jaman Modern. Ah, Kau Tahu Apa Tentang Arti Ngomong Belanda Itu!
Senang! Sebab Itu Berarti Juga Orang Akan Cinta Pada Saya. Bahkan Saya Akan Potong Rambutnya Pendek-Pendek Seperti Bini Si Asnin! Bajunya Belang-Belang Kuning Seperti Macan Tutul. Itu Tandanya Kita Sudah Jaman Modern. Ah, Kau Tahu Apa Tentang Arti Ngomong Belanda Itu!
Soleman
Memang Enak Punya Bini.
Memang Enak Punya Bini.
Mat
Kontan
He, Orang Lelaki Yang Ngak Mau Berbini Itu Tandanya Belum Lelaki. Paling-Paling Tak Berani Sama Perempuan. Kau Tahu Kambing Kebiri Saya Yang Mati? Ia Mati Karena Kesepian! Kau Lama-Lama Bisa Jadi Seperti Kambing Kebiri Saya Itu.
He, Orang Lelaki Yang Ngak Mau Berbini Itu Tandanya Belum Lelaki. Paling-Paling Tak Berani Sama Perempuan. Kau Tahu Kambing Kebiri Saya Yang Mati? Ia Mati Karena Kesepian! Kau Lama-Lama Bisa Jadi Seperti Kambing Kebiri Saya Itu.
Soleman
Kalau Anakmu Seperti Kambing Nanti Bagaimana?
Kalau Anakmu Seperti Kambing Nanti Bagaimana?
Mat
Kontan
Mana Bisa? Karena Bapaknya Raja Perkutut, Anaknya Tentu Raja Kutilang Setidaknya. Tak Mungkin Seperti Kambing. Si Kontan Kecil Adalah Anakku. Bukan Anakmu!
Mana Bisa? Karena Bapaknya Raja Perkutut, Anaknya Tentu Raja Kutilang Setidaknya. Tak Mungkin Seperti Kambing. Si Kontan Kecil Adalah Anakku. Bukan Anakmu!
Soleman
Jangan Ulang Lagi Perkara Kontan Kecil. Ceritalah Tentang Perkutut Atau Beo.
Jangan Ulang Lagi Perkara Kontan Kecil. Ceritalah Tentang Perkutut Atau Beo.
Mat
Kontan (Ingat Sesuatu)
Aih, Saya Sudah Linglung Sekarang. Saya Sudah Dua Hari Ini Lupa Sama Beo Saya!
Aih, Saya Sudah Linglung Sekarang. Saya Sudah Dua Hari Ini Lupa Sama Beo Saya!
Soleman
Kaget Mendengar Ini, Ia Perhatikan Mat Kontan, Takut.
Mat Kontan Masuk Rumahnya. Dalam Rumah
Kedengaran Ribut-Ribut Dengan Suara Bantahan Paijah. Soleman Masuk Rumahnya,
Mengunci Pintu. Ketika Keluar, Berpapasan Dengan Si Utai Sinting. Soleman
Hilang Dalam Gelap. Mat Kontan Keluar Dengan Tangan Hampa.
Mat
Kontan
Man, Man. (Matanya Tertuju Ke Rumah Soleman). Man! Beo Saya Hilang, Man.
Man, Man. (Matanya Tertuju Ke Rumah Soleman). Man! Beo Saya Hilang, Man.
(Utai
Tertawa)
Diam!
(Utai
Tertawa Lagi)
Diam,
Kataku Diam! (Ia Mengambil Pelepah Kelapa Akan Memukul Anak Itu).
Utai
Ampuuuuuun. Ampuuuun!
Ampuuuuuun. Ampuuuun!
Mat
Kontan
Kenapa Kau Tertawa Ha?
Kenapa Kau Tertawa Ha?
Utai
Jadi Burung Beo Mamang Terbang?
Jadi Burung Beo Mamang Terbang?
Mat
Kontan
Ya.
Ya.
Utai
Saya Melihatnya Kemarin Dekat Sumur.
Saya Melihatnya Kemarin Dekat Sumur.
Mat
Kontan
Diam! Jangan Ngomong Gila! Ini Sungguh!
Diam! Jangan Ngomong Gila! Ini Sungguh!
Utai
Saya Juga Sungguh!
Saya Juga Sungguh!
Mat
Kontan
Apa Katamu Tadi? Melihat Burung Saya? Beo Saya Dekat Sumur? Ia Terbang Kearah Sumur Di Belakang Itu?
Apa Katamu Tadi? Melihat Burung Saya? Beo Saya Dekat Sumur? Ia Terbang Kearah Sumur Di Belakang Itu?
(Utai
Mengangguk Dan Tertawa Pendek).
Mat
Kontan
Jangan Tertawa Dulu. Hayo Kita Cari.
Jangan Tertawa Dulu. Hayo Kita Cari.
Utai
Ngak Bakal Ketemu Mang.
Ngak Bakal Ketemu Mang.
Mat
Kontan
Kau Permainkan Diri Saya Ya? Ha? (Mau Memukul).
Kau Permainkan Diri Saya Ya? Ha? (Mau Memukul).
Utai
Sabar, Mang. Sungguh, Saya Berani Taruhan, Ngak Bakal Ketemu.
Sabar, Mang. Sungguh, Saya Berani Taruhan, Ngak Bakal Ketemu.
Mat
Kontan
Kenapa Coba, Kenapa?
Kenapa Coba, Kenapa?
Utai
Sudah Mati Dia, Mang.
Sudah Mati Dia, Mang.
Mat
Kontan
Mati? Ayo Kita Cari Bangkainya! Biar Saya Ambil Lampu Senter (Akan Pergi Tapi Kemudian Terhenti).
Mati? Ayo Kita Cari Bangkainya! Biar Saya Ambil Lampu Senter (Akan Pergi Tapi Kemudian Terhenti).
Utai
(Tertawa).
Tulang Bakainyapun Tak Bakal Ketemu. Mubajir Susah-Susah Mencari.
Tulang Bakainyapun Tak Bakal Ketemu. Mubajir Susah-Susah Mencari.
Mat
Kontan
Apa? Apa Kau Bilang! Mubajir? Akan Saya Kubur Dia.
Apa? Apa Kau Bilang! Mubajir? Akan Saya Kubur Dia.
Utai
Ya, Mubajir. Ia Sudah Dibawa Anjing Pak Rusli Kemarin.
Ya, Mubajir. Ia Sudah Dibawa Anjing Pak Rusli Kemarin.
Mat
Kontan (Mengancam Dengan Memegang Leher Baju Utai).
Utai Jangan Cari Gara-Gara! Gua Hajar Nanti Lu! Betul Yang Ini Apa Bohong?
Utai Jangan Cari Gara-Gara! Gua Hajar Nanti Lu! Betul Yang Ini Apa Bohong?
Utai
Berani Sumpah Qur’an! Saya Betul.
Berani Sumpah Qur’an! Saya Betul.
Mat
Kontan
Kalau Begitu. (Dengan Sedih), Kau Betul Utai. Kalau Begitu Anjing Si Rusli Itu Yang Perlu Dipentung. (Tapi Tiba-Tiba Melengos Melihat Paijah Muncul).
Kalau Begitu. (Dengan Sedih), Kau Betul Utai. Kalau Begitu Anjing Si Rusli Itu Yang Perlu Dipentung. (Tapi Tiba-Tiba Melengos Melihat Paijah Muncul).
Paijah
Muncul Dengan Muka Kesal
Paijah
Perkara Beo Saja Ributnya Sampai Ke Gunung Krakatau. Anaknya Tak Pernah Dipikirkan.
Perkara Beo Saja Ributnya Sampai Ke Gunung Krakatau. Anaknya Tak Pernah Dipikirkan.
Mat
Kontan
Diam Kau!
Diam Kau!
Paijah
Apa? Diam? Kalau Anak Itu Mati Bagaimana?
Apa? Diam? Kalau Anak Itu Mati Bagaimana?
Mat
Kontan
Itu Bukan Anak Saya.
Itu Bukan Anak Saya.
Paijah
(Menirukan).
Itu Bukan Anak Saya, Tapi Di Warung Kau Sibuk Membanggakannya.
Itu Bukan Anak Saya, Tapi Di Warung Kau Sibuk Membanggakannya.
Mat
Kontan (Sadar Kembali).
Ha! Memang Anak Saya. Memang! Memang Ia Saya Banggakan Di Mana Saja. Tapi Kau Juga Ikut Memikirkan Masalah Burung Ini?!
Ha! Memang Anak Saya. Memang! Memang Ia Saya Banggakan Di Mana Saja. Tapi Kau Juga Ikut Memikirkan Masalah Burung Ini?!
Paijah
Emoh!
Emoh!
Paijah
Masuk.
Utai
(Tertawa Menirukan).
Emoh!
Emoh!
Mat
Kontan
Bagaimana Beo-Ku?
Bagaimana Beo-Ku?
Utai
Lehernya Berdarah!
Lehernya Berdarah!
Mat
Kontan
Leher Beo-Ku Berdarah? Iya?
Leher Beo-Ku Berdarah? Iya?
(Utai
Tertawa Melingkar–Lingkarkan Badannya).
Soleman
Mana? Soleman Mana?
Utai
Mau Apa Sama Dia?
Mau Apa Sama Dia?
Mat
Kontan
Kita Ajak Ia Ke Tukang Nujum.
Kita Ajak Ia Ke Tukang Nujum.
Utai
Kenapa Burung Mati Mesti Di Nujum?
Kenapa Burung Mati Mesti Di Nujum?
Mat
Kontan
Ya, Mesti. Mana Si Leman. He, Geblek! Mana Dia Ha?
Ya, Mesti. Mana Si Leman. He, Geblek! Mana Dia Ha?
Utai
Buat Apa Sih Dinujum? Mau Ditanya Masuk Sorga Atau Neraka?
Buat Apa Sih Dinujum? Mau Ditanya Masuk Sorga Atau Neraka?
Mat
Kontan
Diam, Setan! Kita Mau Nujum Siapa Yang Memotong Lehernya. Kalau Kedapatan Akan Kubunuh Dia! (Memanggil Soleman).
Diam, Setan! Kita Mau Nujum Siapa Yang Memotong Lehernya. Kalau Kedapatan Akan Kubunuh Dia! (Memanggil Soleman).
Paijah
Keluar Menjenguk Dengan Cemas.
Mat
Kontan
Pergi Berjudi Dia Barangkali.
Pergi Berjudi Dia Barangkali.
Utai
Kalau Begitu Kita Pergi Berdua Saja.
Kalau Begitu Kita Pergi Berdua Saja.
Mereka
Berdua Pergi Menghilang Dalam Kelam.
Paijah Merasa Lega Lalu Ia Masuk Ke Dalam. Ia
Keluar Menuju Rumah Soleman
Paijah
Man! Leman
Man! Leman
Tapi Setelah Sadar Pintu Di Kunci, Berlari Ke
Samping Dan Duduk Di Bangku. Paijah Kaget Akan Cahaya Senter Ke Mukanya, Ia
Berdiri Dan Sedikit Gembira Ia Berjalan Menghampiri Soleman Di Halaman. Soleman
Mengajak Paijah Duduk Di Bangku Rumahnya, Sedang Ia Masih Mempermainkan Cahaya
Senter Ke Pintu Rumah Mat Kontan.
Soleman
Kenapa Mukamu Pucat?
Kenapa Mukamu Pucat?
Paijah
Saya Cari Kau Tadi Man.
Saya Cari Kau Tadi Man.
Soleman
Laki-Mu Pergi?
Laki-Mu Pergi?
Paijah
Ya, Ke Tempat Nujum.
Ya, Ke Tempat Nujum.
Soleman
Begitu Jauh, Ada Dua Kilo Setengah, Kan?
Begitu Jauh, Ada Dua Kilo Setengah, Kan?
Paijah
Ah, Betul-Betul Edan Dia. (Berdiri Membelakangi). Betul-Betul Edan Dia, Tidak Mengerti Perasaan Perempuan.
Ah, Betul-Betul Edan Dia. (Berdiri Membelakangi). Betul-Betul Edan Dia, Tidak Mengerti Perasaan Perempuan.
Soleman
Kalau Saya Laki-Mu Tentu Saya Mengerti.
Kalau Saya Laki-Mu Tentu Saya Mengerti.
Paijah
(Tiba-Tiba Membalik).
Man!
Man!
Soleman
Apa? (Menyenter Muka Paijah).
Apa? (Menyenter Muka Paijah).
Paijah
Saya Takut Tadi, Man. Saya Dengar Ia Mau Bunuh Orang. Dan Kau Dicarinya Man.
Saya Takut Tadi, Man. Saya Dengar Ia Mau Bunuh Orang. Dan Kau Dicarinya Man.
Soleman
Ia Nggak Berani Pada Saya. Apalagi Mau Bunuh!
Ia Nggak Berani Pada Saya. Apalagi Mau Bunuh!
Paijah
Tapi Ini Betul-Betul Man. Burungnya, Beo Itu-Mati!
Tapi Ini Betul-Betul Man. Burungnya, Beo Itu-Mati!
Soleman
(Kaget)
Lalu? (Ia Berdiri Dan Melihat Kesamping Rumahnya, Ada Kecemasan Di Dalam Dirinya Kalau-Kalau Mat Kontan Datang. Dari Jauh Soleman Bersuara, Tangannya Menyenter Tubuh Paijah). Lalu Bagaimana?
Lalu? (Ia Berdiri Dan Melihat Kesamping Rumahnya, Ada Kecemasan Di Dalam Dirinya Kalau-Kalau Mat Kontan Datang. Dari Jauh Soleman Bersuara, Tangannya Menyenter Tubuh Paijah). Lalu Bagaimana?
Paijah
Burung Itu Mati. Kau Tahu Kan Beo Itu? Yang Sering Kau Permainkan Kalau Kau Kerumah Saya?
Burung Itu Mati. Kau Tahu Kan Beo Itu? Yang Sering Kau Permainkan Kalau Kau Kerumah Saya?
Soleman
(Datang Mendekati Paijah)
Lalu?
Lalu?
Paijah
Lehernya Berdarah. Dan Ia Akan Bunuh Siapa Saja Yang Memotong Leher Burungnya Itu (Dengan Mata Mengharap) Man.
Lehernya Berdarah. Dan Ia Akan Bunuh Siapa Saja Yang Memotong Leher Burungnya Itu (Dengan Mata Mengharap) Man.
Soleman
(Dengan Pandangan Penuh Gairah).
Apa?
Apa?
Paijah
Saya Takut.
Saya Takut.
Soleman
(Senyum Bergairah).
Takut Apa?
Takut Apa?
Paijah
Takut Sama Lakiku. Jika Ia Menuduh Saya Yang Membunuh Bagaimana?
Takut Sama Lakiku. Jika Ia Menuduh Saya Yang Membunuh Bagaimana?
Soleman
Kau Merasa Memotong Leher Itu Apa Tidak? (Dilihatnya Paijah Menggeleng). Nah, Ngak Usah Kuatir.
Kau Merasa Memotong Leher Itu Apa Tidak? (Dilihatnya Paijah Menggeleng). Nah, Ngak Usah Kuatir.
Paijah
Tapi Mat Kontan Sering Kalap.
Tapi Mat Kontan Sering Kalap.
Soleman
(Memegang Bahu Paijah Dan Mendudukan Di Bangku. Ia Memasang Rokok Setelah
Menenangkan Paijah).
Biar Bagaimanapun Ia Marah, Ia Takkan Bunuh Kau. Sebab Kau Salah Satu Kebanggaan Dia. Jadi Biar Bagaimanapun Salah Kau, Ia Akan Memaafkan.
Biar Bagaimanapun Ia Marah, Ia Takkan Bunuh Kau. Sebab Kau Salah Satu Kebanggaan Dia. Jadi Biar Bagaimanapun Salah Kau, Ia Akan Memaafkan.
(Paijah
Menangis Terisak)
He,
Jangan Seperti Si Kecil Nangis. Kau Malah Harus Mendiamkan Anakmu Yang Nangis,
Kan? (Tangan Membelai Rambut Paijah).
(Paijah
Lari Melompat, Tapi Diburu Dan Tangannya Ditarik Soleman, Ia Membimbing Paijah
Ke Bangku Rumahnya)
Kau
Jang Kuatir. Nanti Aku Yang Membela Kau.
Paijah
Tapi Saya Takut Dengan Goloknya. (Melihat Muka Soleman Dan Berkata Setengah Menangis) Sungguh!
Tapi Saya Takut Dengan Goloknya. (Melihat Muka Soleman Dan Berkata Setengah Menangis) Sungguh!
Soleman
Ah, Percayalah. Seiris Bawangpun Ia Tak Berani Melukaimu!
Ah, Percayalah. Seiris Bawangpun Ia Tak Berani Melukaimu!
Paijah
Jadi Apa Kataku Bila Ia Menanyai Saya?
Jadi Apa Kataku Bila Ia Menanyai Saya?
(Soleman
Cuma Tercenung Berfikir. Dengan Mempermainkan Senter Ia Pergi Ke Tempat Yang
Jauh Kelam. Suara Ubruk Mengeras. Paijah Setengah Marah, Agak Menjerit).
Kau
Diam!
Soleman
Ya, Karena Itu Juga Suatu Hal Yang Sulit.
Ya, Karena Itu Juga Suatu Hal Yang Sulit.
Paijah
Tapi Katamu Tadi Gampang.
Tapi Katamu Tadi Gampang.
Soleman
Gampang Buatku, Karena Saya Lelaki!
Gampang Buatku, Karena Saya Lelaki!
Paijah
Carilah Jalanya Sebelum Ia Kembali!
Carilah Jalanya Sebelum Ia Kembali!
Soleman
Jalan Satu-Satunya, Karena Saya Lelaki Ialah: Menghadapinya Sebagai Lelaki!
Jalan Satu-Satunya, Karena Saya Lelaki Ialah: Menghadapinya Sebagai Lelaki!
Paijah
Apa? Apa Maksudmu?
Apa? Apa Maksudmu?
Soleman
Kalau Kau Disentuh Saja, Akan Saya Sentuh Pula Dia. Kalau Kau Dilukainya, Akan Saya Lukai Dia! Dan Kalau Kau Di Bunuhnya, Akan Saya Bunuh Dia (Berjalan Pelan Mendekati Paijah)
Kalau Kau Disentuh Saja, Akan Saya Sentuh Pula Dia. Kalau Kau Dilukainya, Akan Saya Lukai Dia! Dan Kalau Kau Di Bunuhnya, Akan Saya Bunuh Dia (Berjalan Pelan Mendekati Paijah)
Paijah
Jangan Man. Kita Akan Buyar, Malu Dan Di Usir Dari Sini.
Jangan Man. Kita Akan Buyar, Malu Dan Di Usir Dari Sini.
Soleman
Ya, Terpaksa Begitu. Sebab Saya Bukan Penakut. Saya Jantan. Dan Saya Punya Sejarah Turun-Temurun.
Ya, Terpaksa Begitu. Sebab Saya Bukan Penakut. Saya Jantan. Dan Saya Punya Sejarah Turun-Temurun.
Paijah
Sejarah Turun-Temurun?
Sejarah Turun-Temurun?
Soleman
Ya. (Terduduk) Ayah Saya Jahanamnya Juga Seperti Saya Ini. Ia Jahanam, Biarpun Ibu Saya Syah Untuk Bininya. Tapi Ini Tak Usah Saya Ceritakan Jah!
Ya. (Terduduk) Ayah Saya Jahanamnya Juga Seperti Saya Ini. Ia Jahanam, Biarpun Ibu Saya Syah Untuk Bininya. Tapi Ini Tak Usah Saya Ceritakan Jah!
Paijah
Ceritakan, Man. Yang Satu Ini.
Ceritakan, Man. Yang Satu Ini.
Soleman
Saya Akan Mengutuk Karenanya!
Saya Akan Mengutuk Karenanya!
Paijah
Ceritakanlah, Man. Kenapa?
Ceritakanlah, Man. Kenapa?
Soleman
(Memandang Paijah Dengan Aneh)
Karena Perempuan Ia Mati. Karena Perempuan Ia Jahanam. Tapi Aku Akui, Ia Lelaki Tulen.
Karena Perempuan Ia Mati. Karena Perempuan Ia Jahanam. Tapi Aku Akui, Ia Lelaki Tulen.
(Paijah
Jadi Gelisah)
Soleman
Lelaki Tulen Juga Bisa Mati Karena Takut. Ia Takut Menghadang Pucuk Senapan, Sehingga Ia Mati Membelakangi! Dan Ketika Ia Lari Itu Ia Ditembak. Ia Ditembak, Sebab Bini Orang Yang Dijahanaminya Itu Ialah Bini Polisi. Tapi Saya Sudah Besar Ketika Itu Dan Dapat Membayangkan Membalas Dendam. Kenapa Ia Akhirnya Takut? Saya Tak Mengerti Kenapa Si Pemberani Bisa Takut Kemudian. Tapi, Betapun, Ia Lelaki Tulen, Jah. Lelaki Tulen Dengan Darahnya Yang Benar-Benar Merah.
Lelaki Tulen Juga Bisa Mati Karena Takut. Ia Takut Menghadang Pucuk Senapan, Sehingga Ia Mati Membelakangi! Dan Ketika Ia Lari Itu Ia Ditembak. Ia Ditembak, Sebab Bini Orang Yang Dijahanaminya Itu Ialah Bini Polisi. Tapi Saya Sudah Besar Ketika Itu Dan Dapat Membayangkan Membalas Dendam. Kenapa Ia Akhirnya Takut? Saya Tak Mengerti Kenapa Si Pemberani Bisa Takut Kemudian. Tapi, Betapun, Ia Lelaki Tulen, Jah. Lelaki Tulen Dengan Darahnya Yang Benar-Benar Merah.
Paijah
(Lembut Karena Takut).
Kau Juga Takut Man?
Kau Juga Takut Man?
Soleman
Cukup Bapak Saya Saja! Sayat Tidak Akan. Saya Adalah Kelanjutan Dia, Karena Ia Mewariskan Saya!
Cukup Bapak Saya Saja! Sayat Tidak Akan. Saya Adalah Kelanjutan Dia, Karena Ia Mewariskan Saya!
Paijah
Kau Akan Bunuh Mat Kontan?
Kau Akan Bunuh Mat Kontan?
Soleman
Belum Pasti. Tapi Saya Ingat Pepatah Seorang Padang. Kau Kenal Angku Buyung? (Paijah Mengangguk). Ialah Yang Menceritakan Pepatah Itu Dan Meresap Pada Diri Saya.
Belum Pasti. Tapi Saya Ingat Pepatah Seorang Padang. Kau Kenal Angku Buyung? (Paijah Mengangguk). Ialah Yang Menceritakan Pepatah Itu Dan Meresap Pada Diri Saya.
Paijah
Apa Katanya, Man?
Apa Katanya, Man?
Soleman
Musuh Pantang Dicari, Tapi Jika Datang Pantang Kau Elakkan. Saya Tidak Akan Memusuhi Mat Kontan. Tapi Jika Mat Kontan Akan Menyerang Saya, Saya Pantang Lari, Bahkan Membalas.
Musuh Pantang Dicari, Tapi Jika Datang Pantang Kau Elakkan. Saya Tidak Akan Memusuhi Mat Kontan. Tapi Jika Mat Kontan Akan Menyerang Saya, Saya Pantang Lari, Bahkan Membalas.
Paijah
Jangan Man!
Jangan Man!
Soleman
Pasti Dia Tak Berani Membacok Saya!
Pasti Dia Tak Berani Membacok Saya!
Paijah
Kalau Kau Memang Tak Apa! Tapi Saya, Perempuan Lemah Ini, Bagaimana Bisa Jadi?
Kalau Kau Memang Tak Apa! Tapi Saya, Perempuan Lemah Ini, Bagaimana Bisa Jadi?
Soleman
Kau Jangan Takut. Karena Lelaki Bersifat Melindungi. Lelaki Seperti Kata Bapak Saya: Harus Berdarah Tajam Yang Mengalirkan Warisannya Melewati Siapa Saja Yang Rela!
Kau Jangan Takut. Karena Lelaki Bersifat Melindungi. Lelaki Seperti Kata Bapak Saya: Harus Berdarah Tajam Yang Mengalirkan Warisannya Melewati Siapa Saja Yang Rela!
Paijah
(Lembut)
Kenapa Kau Tak Kawin Saja, Man?
Kenapa Kau Tak Kawin Saja, Man?
Soleman
Kawin Cuma Satu Tanggungan, Menyebabkan Kita Berotak Dua. Ya Saya Tahu Kemudian, Bahwa Ibu Saya Juga Sejahanam Ayah Saya Karena Ia Rela Dijahanami Lelaki Lain. Saya Takut Kawin, Karena Saya Kwatir Jika Istri Saya Dijahanami Lelaki Lain.
Kawin Cuma Satu Tanggungan, Menyebabkan Kita Berotak Dua. Ya Saya Tahu Kemudian, Bahwa Ibu Saya Juga Sejahanam Ayah Saya Karena Ia Rela Dijahanami Lelaki Lain. Saya Takut Kawin, Karena Saya Kwatir Jika Istri Saya Dijahanami Lelaki Lain.
(Soleman
Pergi Ke Rumahnya, Tapi Paijah Mengikutinya)
Kau Di
Situ Saja Menjelang Ia Datang. Saya Di Sini (Menunjuk Bangkunya).
Paijah
Saya Takut, Man.
Saya Takut, Man.
Soleman
Disana Saja Kata Saya!
Disana Saja Kata Saya!
Bentakan
Soleman Ini Menyebabkan Paijah Takut Dan Kembali Ke Bangkunya
Paijah
(Setelah Mengeluh Dan Memandangi Soleman Yang Terpekur )
Man. (Soleman Muak). Man, Kau Dengar Suara Saya? Kau Dengar Suara Saya? (Soleman Tetap Menunduk). Saya Menyesal Sekarang, Man!
Man. (Soleman Muak). Man, Kau Dengar Suara Saya? Kau Dengar Suara Saya? (Soleman Tetap Menunduk). Saya Menyesal Sekarang, Man!
Soleman
(Kaget Dan Mengangkat Kepalanya)
Menyesal?
Menyesal?
Paijah
Ya, Menyesal.
Ya, Menyesal.
Soleman
Ulangi!
Ulangi!
Paijah
Menyesal, Karena Begini Jadinya. Nanti Akan Terbuka Juga Rahasia Kita. Tapi Tak Apa! Saya Kepingin Punya Anak, Dan Anak Itu Telah Saya Dapatkan.
Menyesal, Karena Begini Jadinya. Nanti Akan Terbuka Juga Rahasia Kita. Tapi Tak Apa! Saya Kepingin Punya Anak, Dan Anak Itu Telah Saya Dapatkan.
Soleman(Berdiri)
Kenapa Kau Menyesal? (Paijah Hanya Menghapus Air Matanya). Jah! Anak Itu Takkan Saya Ambil. Jah.
Kenapa Kau Menyesal? (Paijah Hanya Menghapus Air Matanya). Jah! Anak Itu Takkan Saya Ambil. Jah.
(Soleman
Mendekati Perempuan Itu. Tapi Tangis Paijah Semakin Menjadi. Soleman Pergi Ke
Gelap Malam. Perlahan)
Saya
Ingat, Jah. Macam Begitu Tangismu Dulu Mengisak Meminta Kepada Saya. Sekarang
Kalau Menyesal. Buat Apa Kita Menyesal. Saya Juga Tak Pernah Menyesal Harus
Jadi Jahanam Kapiran Begini. Ya, Tidak Karena Dalam Diri Manusia, Betapun
Kecilnya, Ada Jahanamnya. Cuma Saja Ada Yang Tak Sempat Dan Tak Sanggup
Menjalankan. Dan Kita Adalah Orang Yang Kebetulan Sanggup. Kenapa Kita
Menyesal, Jah?
(Tiba-Tiba
Ia Membalikkan Badan Setelah Keduanya Berdiam Lama. Soleman Mendekati Paijah
Dan Duduk Disampingya. Setelah Menyenter Sekeliling)
Begitu
Sepi Semuanya. Alangkah Enaknya Jika Beginian Terus, Dunia Ini Ada Kita Berdua
Saja!
Paijah
( Hanya Memandangi Wajah Soleman)
Soleman
Kau Kwatir Pada Hari Matimu Bila Maut Tiba?
Kau Kwatir Pada Hari Matimu Bila Maut Tiba?
(Paijah
Hanya Menganggukkan Kepala)
Mungkin
Saya Juga, Jah. Sekarang Saya Lebih Baik Mengaku Saja (Mereka Kini Saling
Pandang). Saya Juga Punya Takut. (Diam) Mungkin Juga Nabi. Tapi Jah, Saya Bunuh
Beo Itu, Karena Binatang Jahanam Itu Telah Menyiksa Saya!
Paijah
(Terkejut Mendengar Berita Itu)
Apa? Kau Bunuh? Kau Yang Memotong Lehernya?
Apa? Kau Bunuh? Kau Yang Memotong Lehernya?
Soleman
Ya. Kau Ingat Jah? Kau Ingat, Bahwa Ketika Saya Mengganggumu, Ketika Si Kecil Masih Berumur Sebulan? Kau Bilang: “Jangan Ganggu Saya. Man! Jangan Ganggu Saya!”, Dan Perkataan Itu Diulangi Oleh Beo Itu. Dua Hari Yan Lalu, Ketika Saya Pegang Tanganmu Dan Kau Bilang : “Jangan Ganggu Saya”, Beo Keparat Itu Mengulangi Lagi. (Setelah Menelan Nafas). Karena Itu Ia Saya Potong Lehernya. Saya Potong Dan Saya Lempar Ke Dekat Sumurmu.
Ya. Kau Ingat Jah? Kau Ingat, Bahwa Ketika Saya Mengganggumu, Ketika Si Kecil Masih Berumur Sebulan? Kau Bilang: “Jangan Ganggu Saya. Man! Jangan Ganggu Saya!”, Dan Perkataan Itu Diulangi Oleh Beo Itu. Dua Hari Yan Lalu, Ketika Saya Pegang Tanganmu Dan Kau Bilang : “Jangan Ganggu Saya”, Beo Keparat Itu Mengulangi Lagi. (Setelah Menelan Nafas). Karena Itu Ia Saya Potong Lehernya. Saya Potong Dan Saya Lempar Ke Dekat Sumurmu.
Paijah
Kita Bisa Celaka!
Kita Bisa Celaka!
Soleman
Akan Saya Hadapi Semua Yang Menantang, Jah! (Setelah Merasa Ngeri, Ia Bersuara Menghadap Paijah Dengan Gemetar). Biar Bagaimanapun Saya Akan Menghadapi Maut!
Akan Saya Hadapi Semua Yang Menantang, Jah! (Setelah Merasa Ngeri, Ia Bersuara Menghadap Paijah Dengan Gemetar). Biar Bagaimanapun Saya Akan Menghadapi Maut!
(Paijah
Menangis)
Kenapa
Jadi Menangis, Hah? Saya Hanya Akan Mengabulkan Apa Yang Kau Minta Dulu Dan
Telah Saya Beri. Anak Itu Telah Lahir. Kalau Saya Mati Karena Lahirnya Dia, Itu
Berarti Saya Akan Bernasib Sama Dengan Bapak Saya. Tapi Semoga Cucu Bapak Akan
Meneruskannya, Sebab Perjuangan Kakeknya Belum Selesai.
Paijah
Tidak, Man! Si Kecil Tidak Akan.
Tidak, Man! Si Kecil Tidak Akan.
Soleman
Itu Mungkin Jalan Menyimpang Dari Kemauan Saya.
Itu Mungkin Jalan Menyimpang Dari Kemauan Saya.
Paijah
Cukup Kita Saja Yang Jadi Jahanam Terkutuk.
Cukup Kita Saja Yang Jadi Jahanam Terkutuk.
Soleman
Ya, Karena Sekarang Kau Sudah Menyesal, Sih.
Ya, Karena Sekarang Kau Sudah Menyesal, Sih.
Paijah
(Setelah Berfikir Sebentar, Tiba-Tiba Ia Kaget).
Man!
Man!
Soleman
Apa?
Apa?
Paijah
Sebentar Lagi Tentu Mereka Datang. Man, Saya Takut Man!
Sebentar Lagi Tentu Mereka Datang. Man, Saya Takut Man!
Soleman
Tenang Saja. Tenang Saja.
Tenang Saja. Tenang Saja.
Paijah
Kalau Saya Dipaksa Bagaimana?
Kalau Saya Dipaksa Bagaimana?
Soleman
Bilang Saja Saya Yang Membunuhnya. Saya, Soleman.
Bilang Saja Saya Yang Membunuhnya. Saya, Soleman.
Paijah
Saya Nggak Mau, Man!
Saya Nggak Mau, Man!
Soleman
Kenapa? Kenapa He?
Kenapa? Kenapa He?
Paijah
(Lembut Pelan)
Saya Nggak Mau. Ada Orang Mati Karena Saya, Dan Orang Itu Kau.
Saya Nggak Mau. Ada Orang Mati Karena Saya, Dan Orang Itu Kau.
Soleman
Kalau Saya Mati Itu Bukan Karena Kau. Itu Juga Karena Saya Ikut Berjahanam!
Kalau Saya Mati Itu Bukan Karena Kau. Itu Juga Karena Saya Ikut Berjahanam!
Paijah
(Menangis Terisak)
Tidak, Man. Tidak Bisa, Man.
Tidak, Man. Tidak Bisa, Man.
Suara
Bayi Di Dalam Mengejutkan Mereka.
Soleman
Mintalah Doa Restu Di Ubun Anak Itu.
Mintalah Doa Restu Di Ubun Anak Itu.
Paijah
Putuskan Dulu Yang Ini! Jika Ia Minta Keterangan Kenapa Soleman Membunuhnya, Bagaimana?
Putuskan Dulu Yang Ini! Jika Ia Minta Keterangan Kenapa Soleman Membunuhnya, Bagaimana?
Soleman
Pertanyaan Itu Tidak Saya Bolehkan Kau Menjawabnya. Pertanyaan Itu Hanya Untuk Saya. Dan Saya Akan Menjawabnya. Pergilah Masuk! Anak Itu Rupanya Tambah Sakit.
Pertanyaan Itu Tidak Saya Bolehkan Kau Menjawabnya. Pertanyaan Itu Hanya Untuk Saya. Dan Saya Akan Menjawabnya. Pergilah Masuk! Anak Itu Rupanya Tambah Sakit.
Paijah Masuk, Tinggal Soleman Yang Gelisah Lalu
Merokok, Tapi Rokok Itu Baru Dihisap Lalu Dimatikannya. Ia Permainkan Senternya
Karena Gelisah, Lalu Pergi Menuju Kejauhan, Melemparkan Batu Lalu Kembali Lagi.
Paijah Keluar Sebentar Tapi Masuk Lagi Sebab Dari Jauh Tawa Utai Sudah
Didengar. Tak Lama Kemudian Mat Kontan Dan Utai Tiba Di Halaman
Utai Tertawa.
Utai Tertawa.
Mat
Kontan
Diam! Orang Kesusahan, Kamu Tertawa! (Tiba-Tiba Matanya Melihat Soleman).
Diam! Orang Kesusahan, Kamu Tertawa! (Tiba-Tiba Matanya Melihat Soleman).
Soleman
Dari Mana?
Dari Mana?
Mat
Kontan (Mendekati Mengabarkan Berita Sedih)
Man, Burungku Beo Yang Kubeli Seribu Itu Mati.
Man, Burungku Beo Yang Kubeli Seribu Itu Mati.
Utai
Lari Mengejar Serangga Yang Terbang, Mencoba Menangkapnya Tapi Tak Berhasil
Terus Memburu.
Soleman
Sebaiknya Jangan Pikirkan Yang Sudah Mati Itu.
Sebaiknya Jangan Pikirkan Yang Sudah Mati Itu.
Mat
Kontan
Apa? Jangan Dipikirkan? Apa Kau Kira Saya Ini Gila Ha?
Apa? Jangan Dipikirkan? Apa Kau Kira Saya Ini Gila Ha?
Soleman
Siapa Tahu Tan Nanti Ada Saja Rejeki Numpuk, Kau Beli Yang Lebih Mahal.
Siapa Tahu Tan Nanti Ada Saja Rejeki Numpuk, Kau Beli Yang Lebih Mahal.
Mat
Kontan
Apa Kau Kira Beo Semacam Itu Ada Tandingannya Di Pojok Dunia Ini? Dua Tahun Saya Memeliharanya?! Sekarang Barangkali Lebih Dari Harga Mobil Dokter Ajad Yang Mungil Itu.
Apa Kau Kira Beo Semacam Itu Ada Tandingannya Di Pojok Dunia Ini? Dua Tahun Saya Memeliharanya?! Sekarang Barangkali Lebih Dari Harga Mobil Dokter Ajad Yang Mungil Itu.
Soleman
Kau Selamanya Selalu Merasa Selalu Yang Paling, Yang Paling. Sehingga Kau Sendiri Jadi Pangling!
Kau Selamanya Selalu Merasa Selalu Yang Paling, Yang Paling. Sehingga Kau Sendiri Jadi Pangling!
Mat
Kontan
Jangan Coba-Coba Hina Saya Ya! (Kepada Utai). Hei. Berhenti Main Gila Itu! Saya Bisa Tambah Gila. Ayo Berhenti! (Utai Duduk Di Bangku Rumah Mat Kontan).
Jangan Coba-Coba Hina Saya Ya! (Kepada Utai). Hei. Berhenti Main Gila Itu! Saya Bisa Tambah Gila. Ayo Berhenti! (Utai Duduk Di Bangku Rumah Mat Kontan).
Mat
Kontan
Sedang Anak Gila Itu (Menunjuk Utai). Dia Bisa Pikir Dan Sedih Atas Kematian Beo-Ku. He, Utai. Kau Kan Sedih Ya.
Sedang Anak Gila Itu (Menunjuk Utai). Dia Bisa Pikir Dan Sedih Atas Kematian Beo-Ku. He, Utai. Kau Kan Sedih Ya.
Utai
Ya!
Ya!
Mat
Kontan (Mengambil Rokok Dan Melemparkannya)
Kau Memang Jempolan.
Kau Memang Jempolan.
(Utai
Mengambil Rokok Dan Minta Api Lalu Duduk Ditempatnya Semula
Mat
Kontan (Kepada Soleman)
Otakmu Dimana Sekarang. Dimana Ha?
Otakmu Dimana Sekarang. Dimana Ha?
Soleman
Saya Cuma Menganjurkan. Tapi Sedih Sih Ya Ikut Sedih!
Saya Cuma Menganjurkan. Tapi Sedih Sih Ya Ikut Sedih!
Mat
Kontan
Betul? Betul Sedih? (Tertawa Senang). Kemana Kau Tadi Tidak Nongol Ketika Saya Cari Agar Bersama Ke Tukang Nujum! (Bernafas Karena Tak Dijawab). Saya Kira Malam Ini Paling Jahanam Dalam Hidup Saya.
Betul? Betul Sedih? (Tertawa Senang). Kemana Kau Tadi Tidak Nongol Ketika Saya Cari Agar Bersama Ke Tukang Nujum! (Bernafas Karena Tak Dijawab). Saya Kira Malam Ini Paling Jahanam Dalam Hidup Saya.
Soleman
Belum Tentu.
Belum Tentu.
Mat
Kontan
Siapa Bilang Belum Tentu? Tukang Nujum Yang Biasa Meramalkan Nasib Saya Itu Sudah Mati Pula Empat Hari Yang Lalu (Melihat Utai Yang Mempermainkan Rokok Dibangkunya). Hei, Jangan Dibakar Bangku Bagus Itu! Panggil Mpok Ijah!
Siapa Bilang Belum Tentu? Tukang Nujum Yang Biasa Meramalkan Nasib Saya Itu Sudah Mati Pula Empat Hari Yang Lalu (Melihat Utai Yang Mempermainkan Rokok Dibangkunya). Hei, Jangan Dibakar Bangku Bagus Itu! Panggil Mpok Ijah!
(Utai
Masuk Ke Dalam Dan Keluar Kembali Bersama Paijah. Paijah Memandang Pada
Soleman, Soleman Mengatakan Sesuatu Dalam Pandangannya)
Hei
Jah! Siapa Kiramu Yang Memotong Leher Burungku!
Paijah
(Menggeleng)
Mana Saya Bisa Tahu?
Mana Saya Bisa Tahu?
Mat
Kontan (Menirukan)
Mana Saya Bisa Tahu? (Menghardik) Atau Kau Sendiri Ya? Iya? (Berdiri Menyebabkan Paijah Takut) Kau Potong Mau Dimakan? Di Sate? Begitu? (Mendekati) Jawab!
Mana Saya Bisa Tahu? (Menghardik) Atau Kau Sendiri Ya? Iya? (Berdiri Menyebabkan Paijah Takut) Kau Potong Mau Dimakan? Di Sate? Begitu? (Mendekati) Jawab!
(Soleman
Berdiri Semua Pandangan Tercekam Disini)
Ayo
Jawab!
Soleman
Dia Sakit Tuh Mat! Tuh Mukanya Kan Pucat. Barangkali……..
Dia Sakit Tuh Mat! Tuh Mukanya Kan Pucat. Barangkali……..
Mat
Kontan
Jangan Urus Urusan Orang Lain, Leman. Nanti Saya Ikut Mata Gelap Pada Kau! (Sadar Melihat Paijah Menangis).
Jangan Urus Urusan Orang Lain, Leman. Nanti Saya Ikut Mata Gelap Pada Kau! (Sadar Melihat Paijah Menangis).
Paijah
Masuk Diikuti Mat Kontan. Utai, Setelah Diisyaratkan Soleman Ikut Masuk.
Soleman Berdiri Di Pintu Dan Gelisah
Suara
Paijah
Buat Apa Burung Itu Untuk Saya. Si Bayi Lebih Penting.
Buat Apa Burung Itu Untuk Saya. Si Bayi Lebih Penting.
Suara
Mat Kontan
Ee, Jangan Ngotot! Jawab Dulu Siapa Yang Bunuh.
Ee, Jangan Ngotot! Jawab Dulu Siapa Yang Bunuh.
Kemudian
Terdengar Tangis Paijah, Tangis Bayi Dan Suara Mat Kontan Yang Tidak Tentu
Suara
Paijah
Kalau Tidak, Bunuh Saja Saya, Nih Sama Golok!
Kalau Tidak, Bunuh Saja Saya, Nih Sama Golok!
Suara
Mat Kontan
Ee, Jangan Main-Main Sama Saya Ya? Saya Ini Mat Kontan. Setiap Orang Punya Utang Harus Dibayar Dengan Kontan. Jawab!
Ee, Jangan Main-Main Sama Saya Ya? Saya Ini Mat Kontan. Setiap Orang Punya Utang Harus Dibayar Dengan Kontan. Jawab!
Suara
Paijah
Saya Tidak Tahu!
Saya Tidak Tahu!
Mat
Kontan
Bangsat! O Tuhan! Bilanglah Oleh-Mu Ya Nabi Adam, Siapa Yang Sebiadab Ini Membunuh Burung Saya. O Nabi Yakub. Bini Saya Juga Bangsat Dan Bodoh! Kenapa Dunia Ini Makin Tolol Tuhanku?
Bangsat! O Tuhan! Bilanglah Oleh-Mu Ya Nabi Adam, Siapa Yang Sebiadab Ini Membunuh Burung Saya. O Nabi Yakub. Bini Saya Juga Bangsat Dan Bodoh! Kenapa Dunia Ini Makin Tolol Tuhanku?
Paijah
Kalau Kau Paksa Juga Saya Akan Minggat!
Kalau Kau Paksa Juga Saya Akan Minggat!
Paijah
Keluar Menggendong Bayi Yang Menangis. Lari Ke Bangku Dan Duduk Setengah Takut.
Mat Kontan Menyusul
Mat
Kontan
Jangan Kau Lari. Awas!
Jangan Kau Lari. Awas!
Paijah Duduk Dan Membelai Kepala Anaknya Yang
Tetap Menangis. Soleman Memperhatikan Mat Kontan Yang Tambah Gugup. Mat Kontan
Memandangi Soleman, Matanya Seperti Meminta Sesuatu. Soleman Menantang Mata Mat
Kontan Dengan Pandangan Jantan
Mat
Kontan
Apa Yang Akan Ku Lakukan.
Apa Yang Akan Ku Lakukan.
Soleman
Lakukanlah Semaumu. Itu Urusan Kau!
Lakukanlah Semaumu. Itu Urusan Kau!
Mat
Kontan (Kepada Paijah)
Ya Ayo Pergi Kalau Kau Betul-Betul Mau Minggat. Kemana Kau Bisa Minggat, Coba Kemana?
Ya Ayo Pergi Kalau Kau Betul-Betul Mau Minggat. Kemana Kau Bisa Minggat, Coba Kemana?
Paijah
(Tetap Tunduk Menangis)
Ke Rumah Pamanku.
Ke Rumah Pamanku.
Mat
Kontan (Mengejek)
Ke Rumah Pamanku. Pamanmu Adalah Orang Yang Paling Miskin Di Dunia, Tahu! Bukankah?
Ke Rumah Pamanku. Pamanmu Adalah Orang Yang Paling Miskin Di Dunia, Tahu! Bukankah?
Paijah
Tapi Saya Harus Kesana!
Tapi Saya Harus Kesana!
Mat
Kontan
Pergilah! Pergilah Sana! Tapi Anak Itu Jangan Kau Bawa. Anak Itu Adalah Anak Saya Tahu!
Pergilah! Pergilah Sana! Tapi Anak Itu Jangan Kau Bawa. Anak Itu Adalah Anak Saya Tahu!
Paijah
Bukan! Ia Adalah Anak Saya Yang Pasti, Sebab Ia Keluar Dari Rahim Saya Sendiri.
Bukan! Ia Adalah Anak Saya Yang Pasti, Sebab Ia Keluar Dari Rahim Saya Sendiri.
Mat
Kontan
Apa Katamu, Apa?
Apa Katamu, Apa?
Paijah
Ya! Untuk Dia Ini Saya Pernah Berkorban Segalanya!
Ya! Untuk Dia Ini Saya Pernah Berkorban Segalanya!
Mat
Kontan (Akan Masuk Berdiri Di Pintu)
Kalau Begitu Kau Memang Harus Jadi Korban
Kalau Begitu Kau Memang Harus Jadi Korban
(Tapi
Matanya Melihat Pada Soleman. Paijah Jadi Takut, Lalu Melihat Pada Soleman Tapi
Mata Soleman Tertuju Pada Mat Kontan).
Ia
Telah Membinasakan Hati Saya! Man! Ini Harus Saya Balas Soleman.
Soleman
Hanya Memandanginya)
Mat
Kontan (Berteriak)
Jawablah Saya, Leman!
Jawablah Saya, Leman!
(Tapi
Ia Lemas Menantang Mata Jantan Itu, Sehingga Ia Terkulai, Terjatuh Didepan
Pintu. Utai Tertawa Melihat Itu. Mat Kontan Bangkit, Marah)
Hai!
Kau Mau Kubunuh Ya? Ya?
(Akan
Mengejar Utai, Tapi Anak Itu Lari Menghilang. Mat Kontan Lemas)
Kalian
Semua Ini Jahanam.
Soleman
Saya Jangan Kau Ikut-Ikutkan Mat!
Saya Jangan Kau Ikut-Ikutkan Mat!
Mat
Kontan (Kepada Paijah)
Kau Telah Menyedihkan Hati Saya. Kau Adalah Bini Saya Jadi Kau Juga Harus Bertanggung Jawab Atas Burung Kesayangan Saya Karena Saya Juga Sayang Padamu.
Kau Telah Menyedihkan Hati Saya. Kau Adalah Bini Saya Jadi Kau Juga Harus Bertanggung Jawab Atas Burung Kesayangan Saya Karena Saya Juga Sayang Padamu.
Paijah
(Setelah Memandangi Soleman)
Tapi Kau Juga Laki Saya, Tapi Sayangmu Cuma Di Mulut. Jadi Kau Bukan Laki Saya.
Tapi Kau Juga Laki Saya, Tapi Sayangmu Cuma Di Mulut. Jadi Kau Bukan Laki Saya.
Mat
Kontan
Bilang Sekali Lagi Bahwa Saya Ini Bukan Lakimu!
Bilang Sekali Lagi Bahwa Saya Ini Bukan Lakimu!
Paijah
(Membelai Kepala Anaknya Yang Menangis).
Kau Tak Pernah Memikirkan Anak Saya Ini. Tapi Dimana Saja Kau Banggakan Ia!
Kau Tak Pernah Memikirkan Anak Saya Ini. Tapi Dimana Saja Kau Banggakan Ia!
Mat
Kontan (Berubah Lalu Mendekati Anaknya)
Tapi Ia Belum Begitu Sakit. Seluruh Anak Kecil Dikampung Kita Ini Memang Sedang Musim Sakit.
Tapi Ia Belum Begitu Sakit. Seluruh Anak Kecil Dikampung Kita Ini Memang Sedang Musim Sakit.
(Mat
Kontan Jadi Letih, Lalu Melepaskan Napas Panjang Ia Berkata-Kata Sesuatu Tapi
Tak Jelas)
Man!
Burung Itu Baru Beberapa Waktu Yang Lalu Bisa Ngomong Dengan Jelas. Kau Tahu
Apa Yang Dibilangnya Ketika Masih Hidup? Ketika Saya Dekati, Ia Bilang,” Jangan
Cubit Saya! Jangan Cubit Saya!” Kenapa Burung Bisa Berkata Seperti Manusia?
Soleman
(Melihat Si Anak Tambah Menangis,. Lalu Mendekat Dan Memegang Kepala Anak Itu)
Mari Saya Gendong Anak Ini Jah!
Mari Saya Gendong Anak Ini Jah!
Mat
Kontan (Kaget Berdiri)
Jangan Sentuh Anak Itu! Itu Anak Saya.
Jangan Sentuh Anak Itu! Itu Anak Saya.
Soleman(Tidak
Jadi Mengambil).
Baiklah! Itu Sudah Kepunyaan Kau Sekarang. Tapi Saya Ingin Bertanggung Jawab Atas Nyawanya.
Baiklah! Itu Sudah Kepunyaan Kau Sekarang. Tapi Saya Ingin Bertanggung Jawab Atas Nyawanya.
Mat
Kontan
Apa Kau Punya Hak Atas Nyawanya?
Apa Kau Punya Hak Atas Nyawanya?
Soleman
Biar Bagaimanapun, Ia Adalah Anak Manusia Bukan Anak Burung.
Biar Bagaimanapun, Ia Adalah Anak Manusia Bukan Anak Burung.
Mat
Kontan
Diam Kau Babi! Diam Kau Sebelum Saya Hantam!
Diam Kau Babi! Diam Kau Sebelum Saya Hantam!
Soleman
Sekarang, Apa Yang Akan Kau Lakukan Sebagai Lelaki, Sebagai Bapak, Sebagai Mat Kontan Yang Selalu Membayar Kontan?
Sekarang, Apa Yang Akan Kau Lakukan Sebagai Lelaki, Sebagai Bapak, Sebagai Mat Kontan Yang Selalu Membayar Kontan?
Mat
Kontan
Cari Dulu Siapa Pembunuh Burung Saya. Ia Juga Harus Dihajar Dengan Kepal Tinju Ini (Mengacungkan Tinjunya).
Cari Dulu Siapa Pembunuh Burung Saya. Ia Juga Harus Dihajar Dengan Kepal Tinju Ini (Mengacungkan Tinjunya).
Soleman
Kau Tak Kan Berani. (Melihat Paijah, Paijah Takut).
Kau Tak Kan Berani. (Melihat Paijah, Paijah Takut).
Mat
Kontan
Apa? Apa Kau Bilang Barusan?
Apa? Apa Kau Bilang Barusan?
Soleman
Kau Tak Kan Berani Sebab Kau Pengecut Paling Besar Di Dunia Tuhan Ini!
Kau Tak Kan Berani Sebab Kau Pengecut Paling Besar Di Dunia Tuhan Ini!
Mat
Kontan
Kalau Saja Ahli Nujum Itu Belum Mati (Heran Ia Melihat Soleman Yang Pergi Begitu Saja Ke Rumahnya). He, Dengar! Kalau Saja Saya Tahu, Saya Akan Hajar Dia! (Melihat Pada Paijah Dan Mengancam). Kau Juga! Malam Ini Juga Harus Kau Tunjukkan Padaku Siapa Pembunuhnya!
Kalau Saja Ahli Nujum Itu Belum Mati (Heran Ia Melihat Soleman Yang Pergi Begitu Saja Ke Rumahnya). He, Dengar! Kalau Saja Saya Tahu, Saya Akan Hajar Dia! (Melihat Pada Paijah Dan Mengancam). Kau Juga! Malam Ini Juga Harus Kau Tunjukkan Padaku Siapa Pembunuhnya!
Paijah
(Melihat Anaknya Yang Menangis)
Saya Tak Mau!
Saya Tak Mau!
Paijah
Pergi Masuk Rumah, Mat Kontan Menyusul. Soleman Masuk Dalam Rumahnya Buru-Buru,
Lalu Keluar Kembali Menyarungkan Goloknya Di Balik Sarungnya, Agar Tak Tampak.
Soleman Mendengar Di Balik Pintu Rumah Mat Kontan, Pertengkaran Yang Terjadi Di
Dalam. Soleman Jadi Heran, Melihat Paijah Yang Tiba-Tiba Meloncat Keluar Dan
Mendekap Padanya
Mat
Kontan (Mengancam)
Lepaskan Dekapan Itu!
Lepaskan Dekapan Itu!
Paijah
(Terus Mendekap).
Man, Tolong Lindungi Saya Man!
Man, Tolong Lindungi Saya Man!
Mat
Kontan
Ayo Lepaskan Sebelum Kuambil Golok!
Ayo Lepaskan Sebelum Kuambil Golok!
Paijah
(Melihat Soleman Yang Diam Saja, Jadi Geram)
Man, Kau Diam Saja!
Man, Kau Diam Saja!
Soleman
Hanya Menantang Mata Mat Kontan Dengan Dada Yang Sesak
Mat
Kontan
Kau Juga Harus Melepaskan Dia! He, Soleman (Jadi Geram Melihat Soleman) Lepaskan Dia! Dia Bukan Binimu!
Kau Juga Harus Melepaskan Dia! He, Soleman (Jadi Geram Melihat Soleman) Lepaskan Dia! Dia Bukan Binimu!
Paijah
(Mengguncang Soleman)
Jawab. Jawab Man!
Jawab. Jawab Man!
Ketika
Soleman Diam Saja, Paijah Meludahi Muka Lelaki Itu. Lalu Ia Melepaskan
Dekapannya Dengan Sangat Benci Dan Dia Berlari Ke Bangku Rumah Soleman
Mat
Kontan (Pada Paijah)
Paijah! Jangan Kau Lari Kesana. Jangan Kau Lari Kesana! Jangan Kau Berteduh Di Bawah Atap Rumah Lelaki Yang Bukan Lakimu.
Paijah! Jangan Kau Lari Kesana. Jangan Kau Lari Kesana! Jangan Kau Berteduh Di Bawah Atap Rumah Lelaki Yang Bukan Lakimu.
Paijah
(Bergayut Pada Sandaran Bangku)
Leman Pengecut! Jawablah Si Kontan Itu Man!
Leman Pengecut! Jawablah Si Kontan Itu Man!
Soleman
Tetap Bungkam, Mat Kontan Mendekatinya Biarpun Hatinya Takut Sekali
Mat
Kontan
Jadi Kau Tahu Ya, Siap Yang Membunuh Beo Saya Ha?
Jadi Kau Tahu Ya, Siap Yang Membunuh Beo Saya Ha?
Soleman
(Memandang Ke Wajh Paijah)
Paijah
Jawablah Man, Sebelum Kau Dicincangnya!
Jawablah Man, Sebelum Kau Dicincangnya!
Soleman
(Memandang Mat Kontan Sehingga Mat Kontan Mundur. Ketiganya Saling Pandang
Dengan Liar. Ketiganya Saling Benci.
Mat
Kontan(Akan Masuk Kerumah Dan Mengancam Keduanya)
Kalau Begitu Akan Saya Ambil Golok. Akan Saya Bunuh Kalian Keduanya Bila Tak Ada Yang Mengaku!
Kalau Begitu Akan Saya Ambil Golok. Akan Saya Bunuh Kalian Keduanya Bila Tak Ada Yang Mengaku!
Paijah
Mat Kontan Lakiku (Setelah Dilihat Mat Kontan, Ia Memandang Soleman Mengejek) Saya Bunuh Burungmu Itu.
Mat Kontan Lakiku (Setelah Dilihat Mat Kontan, Ia Memandang Soleman Mengejek) Saya Bunuh Burungmu Itu.
Mat
Kontan (Melangkah)
Kenapa Burung Saya Kau Bunuh?
Kenapa Burung Saya Kau Bunuh?
Paijah
Karena Ia Selalu Mengejek Saya!
Karena Ia Selalu Mengejek Saya!
Mat
Kontan (Heran Berjalan Mendekati)
Dia Mengejek Kau? Ha?
Dia Mengejek Kau? Ha?
Paijah
Dia Mengejek Saya Dengan Perkataan Itu, Jangan Cubit Saya! Jangan Cubit Saya! (Sambil Melihat Soleman).
Dia Mengejek Saya Dengan Perkataan Itu, Jangan Cubit Saya! Jangan Cubit Saya! (Sambil Melihat Soleman).
Mat
Kontan (Makin Mendekati Paijah).
Paijah
Hancurkan Diri Saya! Coba! (Lalu Menangkup Bangku).
Hancurkan Diri Saya! Coba! (Lalu Menangkup Bangku).
Soleman Hanya Memandangi Saja, Sedikitpun Ia Tak
Melangkah. Paijah Bangkit Dan Memandangnya Garang
Paijah
Hai Lelaki Pengecut! Bukankah Kau Bilang, Berjanji Akan Melindungi Saya Ha? Kau Diam Saja Sekarang Kayak Tunggul!
Hai Lelaki Pengecut! Bukankah Kau Bilang, Berjanji Akan Melindungi Saya Ha? Kau Diam Saja Sekarang Kayak Tunggul!
Mat
Kontan Heran Memandang Soleman
Soleman
(Baru Kemudian Berjalan Selangkah)
Saya Hanya Kepingin Melihat Melihat Kau Takut. Juga Kepingin Melihat Mat Kontan Takut. Dan Juga Kepingin Merasakan Kalau Saya Takut, Seperti Yang Bapak Saya Alami!
Saya Hanya Kepingin Melihat Melihat Kau Takut. Juga Kepingin Melihat Mat Kontan Takut. Dan Juga Kepingin Merasakan Kalau Saya Takut, Seperti Yang Bapak Saya Alami!
Paijah
Kau Takut Ya?
Kau Takut Ya?
Soleman
Saya Kepingin Melihat Mat Kontan Menyentuhmu Seujung Kumis Nyamuk. Melukaimu Barang Seiris Bawang. Tapi Rupanya Ia Tak Berani.
Saya Kepingin Melihat Mat Kontan Menyentuhmu Seujung Kumis Nyamuk. Melukaimu Barang Seiris Bawang. Tapi Rupanya Ia Tak Berani.
Paijah
Jangan Kau Bikin Gara-Gara Memanasi Dia, Soleman Keparat. Akuilah Dulu Perbuatan Kau!
Jangan Kau Bikin Gara-Gara Memanasi Dia, Soleman Keparat. Akuilah Dulu Perbuatan Kau!
Mat
Kontan (Pada Paijah)
Jadi Soleman Tahu Siapa Yang Bunuh Burungku?
Jadi Soleman Tahu Siapa Yang Bunuh Burungku?
Paijah
Ya, Ia Yang Tahu!
Ya, Ia Yang Tahu!
Mat
Kontan
Tapi Kenapa Kau Yang Mengaku Ha? (Giginya Gemeretak).
Tapi Kenapa Kau Yang Mengaku Ha? (Giginya Gemeretak).
Paijah
Karena Saya Kasihan Melihat Dia Begitu Pengecut Tadi.
Karena Saya Kasihan Melihat Dia Begitu Pengecut Tadi.
Mendengar
Ini Soleman Jadi Geram, Lalu Berteriak
Soleman
Sayalah Yang Membunuh Burung Beo Itu!
Sayalah Yang Membunuh Burung Beo Itu!
(Berjalan
Lambat Mendekati Mat Kontan. Mat Kontan (Memandangi Agak Takut)
Sayalah
Yang Melakukannya!
Mat
Kontan (Berputar Mengambil Tempat Dekat Rumahnya)
Jadi Kenapa Kau Bunuh Dia? Kau Iri Pada Saya Ya?
Jadi Kenapa Kau Bunuh Dia? Kau Iri Pada Saya Ya?
Soleman
Ya, Saya Iri!
Ya, Saya Iri!
Mat
Kontan
Memang Benar Tebakan Saya Tadi.
Memang Benar Tebakan Saya Tadi.
Soleman
Ya! Saya Iri Pada Semua Yang Kau Punyai. Pada Uangmu, Pada Binimu, Pada Anakmu, Pada Burungmu. Dan Pada Kesombongan Kamu!
Ya! Saya Iri Pada Semua Yang Kau Punyai. Pada Uangmu, Pada Binimu, Pada Anakmu, Pada Burungmu. Dan Pada Kesombongan Kamu!
Mat
Kontan
Memang Kau Jahanam!
Memang Kau Jahanam!
Soleman
Memang Saya Jahanam. Tapi Kau Juga Jahanam (Dan Membalikan Badan Kearah Paijah) Kau Juga Jahanam. Dan Burung Itu Juga Jahanam! (Lambat) Dan Anak Yang Menangis Itu Juga Jahanam.
Memang Saya Jahanam. Tapi Kau Juga Jahanam (Dan Membalikan Badan Kearah Paijah) Kau Juga Jahanam. Dan Burung Itu Juga Jahanam! (Lambat) Dan Anak Yang Menangis Itu Juga Jahanam.
Mat
Kontan
Kenapa Kau Hina Anak Saya Ha?
Kenapa Kau Hina Anak Saya Ha?
Soleman
Ia Bukan Anakmu!
Ia Bukan Anakmu!
Mat
Kontan
Apa Katamu?
Apa Katamu?
Paijah
Soleman!
Soleman!
Soleman
Sekarang Kau Jangan Banyak Omong. Jah, Malam Ini Malam Yang Menentukan Kita Semuanya. Ya, Si Kontan Kecil Itu Memang Bukan Anakmu, Mat!
Sekarang Kau Jangan Banyak Omong. Jah, Malam Ini Malam Yang Menentukan Kita Semuanya. Ya, Si Kontan Kecil Itu Memang Bukan Anakmu, Mat!
Mat
Kontan
Anak Siapa Coba?
Anak Siapa Coba?
Soleman
Berjalan Lambat Menuju Ketempat Kelam, Suaranya Separoh Mengambang
Soleman
Saya Percaya, Kau Sendiri Belum Yakin Selama Ini Bahwa Ia Itu Anakmu. Kau Sering Menebarkan Berita Setelah Anakmu Lahir Kemana Saja Untuk Menutupi Hal Itu. Hal, Bahwa Sebenarnya Kau Bukan Lelaki. (Membalik Badan Dengan Cepat). Dan Itu Menyakitkan Hati Saya, Sebab Kesombongan Yang Satu Ini Bukan Kau Punya Dengan Syah. Dan Saya Juga Tidak Bisa Mempunyainya Dengan Syah. Sebab Surat Nikah Ada Di Tangan Kau, Kontan.
Saya Percaya, Kau Sendiri Belum Yakin Selama Ini Bahwa Ia Itu Anakmu. Kau Sering Menebarkan Berita Setelah Anakmu Lahir Kemana Saja Untuk Menutupi Hal Itu. Hal, Bahwa Sebenarnya Kau Bukan Lelaki. (Membalik Badan Dengan Cepat). Dan Itu Menyakitkan Hati Saya, Sebab Kesombongan Yang Satu Ini Bukan Kau Punya Dengan Syah. Dan Saya Juga Tidak Bisa Mempunyainya Dengan Syah. Sebab Surat Nikah Ada Di Tangan Kau, Kontan.
(Soleman
Lalu Duduk Di Bangku Mat Kontan)
Bangku
Ini Juga Jahanam! Karena Paijah Sering Duduk Di Sini Terkadang Sampai Malam.
Dan Saya Duduk Di Sana (Menunjuk Bangkunya) Kami Saling Memandang ( Kepada
Kontan). Kenapa Kau Sering Tak Di Rumah, Tan? Itu Juga Perbuatan Yang Jahanam.
Mat
Kontan
Sekarang Jawab Saja Dengan Pendek, Jangan Bikin Saya Botak. Anak Itu Anak Siapa?
Sekarang Jawab Saja Dengan Pendek, Jangan Bikin Saya Botak. Anak Itu Anak Siapa?
Soleman
Berdiri
Paijah
(Setengah Menangis)
Jangan Kau Bilang Man!
Jangan Kau Bilang Man!
Soleman
(Berjalan Mendekati Kontan Dengan Pandangan Yang Mencekam Pada Paijah)
Akan Saya Jawab. Kau Rela? (Pendek Lambat) Anak Itu Anak Saya Dari Darah Daging Saya!
Akan Saya Jawab. Kau Rela? (Pendek Lambat) Anak Itu Anak Saya Dari Darah Daging Saya!
Mat
Kontan
Biadab Kalian!
Biadab Kalian!
Ia
Berlari Ke Pintu Rumahnya, Tapi Terhenti Mendengar Anak Menangis
Paijah
Anakku Mau Dibacoknya! (Melompat, Tapi Tertelungkup)
Anakku Mau Dibacoknya! (Melompat, Tapi Tertelungkup)
Soleman
(Membiarkan Semua Ini Berlalu)
Kau Berteriak Minta Tolong, Di Pantai Pasir Boblos. Kau Ingat Itu, Tan? (Suaranya Lembut) Kau Minta Satu Ujung Napas Agar Kau Hidup Panjang.
Kau Berteriak Minta Tolong, Di Pantai Pasir Boblos. Kau Ingat Itu, Tan? (Suaranya Lembut) Kau Minta Satu Ujung Napas Agar Kau Hidup Panjang.
Mat
Kontan Mendengar Hal Ini Jadi Kuyu, Mukanya Berpeluh. Seperti Tersentak Dari
Mimpi, Ia Lempar Goloknya Dan Melompat Memeluk Soleman
Mat
Kontan
Man! Sudah Kubilang, Jangan Ceritakan Hal Itu. Saya Kepingin Panjang Umur.
Man! Sudah Kubilang, Jangan Ceritakan Hal Itu. Saya Kepingin Panjang Umur.
Paijah
(Bangkit Dari Pingsanya, Terhuyung Menuju Bangku)
Soleman
Tak Jadi Kau Bunuh Saya?
Tak Jadi Kau Bunuh Saya?
Mat
Kontan
Tidak Tahu. O, Man! Kalau Tidak Tentu Saya Sudah Mati Sekarang Ini Dalam Tanah. Saya Kelelep Di Pasir Dan Tak Dapat Melihat Dunia Merdeka Ini.
Tidak Tahu. O, Man! Kalau Tidak Tentu Saya Sudah Mati Sekarang Ini Dalam Tanah. Saya Kelelep Di Pasir Dan Tak Dapat Melihat Dunia Merdeka Ini.
Soleman
Tapi Saya Tak Rela Selesai Seperti Ini.
Tapi Saya Tak Rela Selesai Seperti Ini.
Mat
Kontan (Berkata Sesuatu Tak Jelas)
Ia
Menuju Ke Pintu, Lalu Di Pintu Ia Terhenti. Suaranya Mengambang Untuk Soleman
Dan Paijah. Mat Kontan Mengambil Golok, Menyarungkannya).
Kalian
Tak Usah Saya Bunuh. Karena Banyak Lagi Perempuan Di Dunia Ini (Setengah
Menangis) Leman! Ambillah Paijah Biniku Itu Karena Kau Telah Merampasnya.
(Kepada Paijah) Paijah! Ambillah Soleman Karena Sahabat Saya Itu Telah
Merampasmu!
(Mat
Kontan Akan Masuk Ke Rumah, Tapi Tak Jadi)
Tak
Usahlah, Tak Usahlah Pamit Pada Si Kecil. Karena Dia Bukan Darah Daging, Bukan Anak
Saya. (Berteriak Sedih). Ambillah Oleh Kalian! Telah Kalian Rampas Seluruh
Kepunyaan Saya!
Seperti Anak Kecil Mat Konta Menghapus Air
Matanya Dengan Sarungnya. Ingusnya Keluar Dan Ia Membersihkan Ingus Itu Dengan
Berkata Sesuatu Yang Tak Jelas. Jalannya Bongkok, Berhenti Ia Di Tempat Kelam.
Mat
Kontan
Saya Akan Pulang Ke Kampung Kelahiran Saya. Malam Ini Juga.
Saya Akan Pulang Ke Kampung Kelahiran Saya. Malam Ini Juga.
Hilanglah
Mat Kontan, Utai Yang Muncul Disudut Rumah Mat Kontan Hanya Terduduk
Mempermainkan Pasir. Ia Tak Dilihat Oleh Paijah Maupun Soleman. Soleman
Membanting Goloknya
Paijah
Man.
Man.
(Soleman
Tak Menjawab Dan Duduk Di Bangku Rumahnya)
Man…………..
Soleman
(Seperti Menyesal, Tapi Tiba-Tiba Tersentak Sehingga Paijah Kaget).
Barangkali Ia Bunuh Diri, Jah! Saya Akan Susul…………..
Barangkali Ia Bunuh Diri, Jah! Saya Akan Susul…………..
Paijah
Jangan Tinggalkan Saya! (Memeluk Soleman) Jangan Tinggalkan Saya Man!
Jangan Tinggalkan Saya! (Memeluk Soleman) Jangan Tinggalkan Saya Man!
Utai
Tiba-Tiba Berdiri Dan Tertawa Pendek. Kedua Mereka Terkejut Sehingga Dekapan
Itu Lepas. Utai Segera Lari Ke Arah Mat Kontan Pergi
Paijah
(Menahan Soleman)
Jangan Man!
Jangan Man!
Soleman
Ia Sahabat Saya, Jah. Saya Tak Mau Biarkan Dia Mati Begituan. Saya Pulangkan Dia Pada Kau, Karena Kau Bukan Hak Saya Yang Syah!
Ia Sahabat Saya, Jah. Saya Tak Mau Biarkan Dia Mati Begituan. Saya Pulangkan Dia Pada Kau, Karena Kau Bukan Hak Saya Yang Syah!
Paijah
Leman! Jangan Kau Tinggalkan Saya Dan Anak Kita!
Leman! Jangan Kau Tinggalkan Saya Dan Anak Kita!
Soleman
(Mendengar Suara Tangis Bayi).
Jah…….
Jah…….
Paijah
Anak Itu Sebaiknya Kita Bawa Ke Dukun.
Anak Itu Sebaiknya Kita Bawa Ke Dukun.
Soleman
Bawa Ke Pak Mangun.
Bawa Ke Pak Mangun.
Mereka
Masuk Kedalam Pintu Rumah Paijah, Bayi Itu Masih Menangis
Soleman Muncul Kembali Dan Keluar, Terdengan
Suara Tawa Dari Kegelapan. Mat Kontan Dengan Goloknya Bersama Utai. Ketika
Makin Dekat Soleman Melihatnya Dengan Gelisah Dan Gugup Memandang Golok Yang
Tadi Dibantingnya Ke Tanah
Mat
Kontan (Tertawa)
Ha! Kau Kira Saya Mau Begitu Saja Meniyerahkan Bini Saya Buat Kamu? Hei, Ajudan Kecil Bagaimana?
Ha! Kau Kira Saya Mau Begitu Saja Meniyerahkan Bini Saya Buat Kamu? Hei, Ajudan Kecil Bagaimana?
Utai
Terus! Pukul Saja!
Terus! Pukul Saja!
Mat
Kontan
Kau Kira Siapa Saya? Kau Kira Bisa Ke Jawa Begini Malam? Kau Kira Kapan Saya Pulang Ibu Bapak Saya Tidak Akan Membawa Anak Bini? Kau Kira Saya Juga Tak Kepingin Senang Dengan Keluarga?
Kau Kira Siapa Saya? Kau Kira Bisa Ke Jawa Begini Malam? Kau Kira Kapan Saya Pulang Ibu Bapak Saya Tidak Akan Membawa Anak Bini? Kau Kira Saya Juga Tak Kepingin Senang Dengan Keluarga?
Utai
Terus! Bacok Saja!
Terus! Bacok Saja!
Mat
Kontan
Nanti Dulu Tai! Biar Kita Lihat Dia Ketakutan.
Nanti Dulu Tai! Biar Kita Lihat Dia Ketakutan.
Utai
Jangan Biarkan Dia Lari.
Jangan Biarkan Dia Lari.
Mat
Kontan
Hadang Sana (Kepada Soleman) Saya Ke Pantai Spesial Mengasah Golok Cibatu Ini Buat Diasah Di Kepalamu Yang Penuh Najis Itu! Dan Saya Melaporkan Bahwa Kau Berpelukan Dengan Paijah, Huh!
Hadang Sana (Kepada Soleman) Saya Ke Pantai Spesial Mengasah Golok Cibatu Ini Buat Diasah Di Kepalamu Yang Penuh Najis Itu! Dan Saya Melaporkan Bahwa Kau Berpelukan Dengan Paijah, Huh!
Soleman Melihat Utai Mengambil Golok Yang Di
Tanah. Paijah Muncul Di Pintu Tapi Masuk Kembali. Semua Mendengar Suara Kereta
Apai Menderu Makin Mendekat. Soleman Mencari Keluar. Tiba-Tiba Ia Sudah
Melompat Saja Kesamping Uatai Dan Menghilang. Utai Memburu Disusul Ole Mat
Kontan, Ketiganya Telah Tertelan Gelam Malam.
Paijah Yang Muncul Dipintu Menahantangisnya.
Kepala Anaknya Terus Diusapnya Biarpun Si Anak Terus Menangis. Suara Ubruk Di
Kejauhan Makin Keras, Tapi Kemudian Sepi Ketika Tawa Mat Konta Semakin
Mendekat. Paijah Mencoba Menabahkan Ketakutannya
Mat
Kontan (Nafasnya Masih Terengah)
Jah!
Jah!
Paijah
(Heran)
Tan! Jangan Bunuh Kami, Tan!
Tan! Jangan Bunuh Kami, Tan!
Mat
Kontan (Menggeleng)
Bodoh Saya Kalau Membunuh Kau Dan Anak Ini (Didekapnya Bininya) Jah! (Ia Menangis) Kau Tahu Jah? Kau Tahu Si Utai Patah Lehernya?
Bodoh Saya Kalau Membunuh Kau Dan Anak Ini (Didekapnya Bininya) Jah! (Ia Menangis) Kau Tahu Jah? Kau Tahu Si Utai Patah Lehernya?
Paijah
Ha?
Ha?
Mat
Kontan
Ia Ditendang Soleman Jahanam Itu Ketika Utai Menangkapnya. Tapi Soleman Selamat Sampai Ke Gerbong Kereta Api. Jahanam Itu Selamat. Saya Sempat Memukul Kepalanya Dua Kali, Jah. Ia Selamat, Ia Lolos, Jah. Tapi Pikirannya Akan Selalu Diburu!
Ia Ditendang Soleman Jahanam Itu Ketika Utai Menangkapnya. Tapi Soleman Selamat Sampai Ke Gerbong Kereta Api. Jahanam Itu Selamat. Saya Sempat Memukul Kepalanya Dua Kali, Jah. Ia Selamat, Ia Lolos, Jah. Tapi Pikirannya Akan Selalu Diburu!
(Bayi
Menangis)
Bawa
Ke Dalam Nanti Masuk Angin Lagi!
(Paijah
Heran Memandangi Mat Kontan)
Kenapa
Kau Lihat Saya Seperti Itu? Apa Saya Ini Macan?
Paijah
Si Utai, Tan.
Si Utai, Tan.
Mat
Kontan
Apa Boleh Buat Dia Mati. Kalau Hidup Tentu Ia Akan Menyebarkan Berita Kerusuhan Kita Ini. Kita Mesti Rahasiakan Ini, Jah!
Apa Boleh Buat Dia Mati. Kalau Hidup Tentu Ia Akan Menyebarkan Berita Kerusuhan Kita Ini. Kita Mesti Rahasiakan Ini, Jah!
Dari Jauh Kaleng Susu Tukang Pijat Jelas
Mendekat. Ia Muncul Ketika Paijah Membawa Bayinya Masuk
Mat
Kontan
Jangan Bikin Ribut! Anak Saya Makin Sakit!
Jangan Bikin Ribut! Anak Saya Makin Sakit!
Tukang
Pijat
Tan! Kau Dicari-Cari Orang, Tan. Si Utai Mati Kau Tahu?
Tan! Kau Dicari-Cari Orang, Tan. Si Utai Mati Kau Tahu?
Mat
Kontan
Ssssst! Jangan Berisik. Saya Mau Pergi Mencari Dukun.
Ssssst! Jangan Berisik. Saya Mau Pergi Mencari Dukun.
Tukang
Pijat
Kabarnya Soleman Berkelahi Dengan Kamu Tadi Ya? Soal Apa?
Kabarnya Soleman Berkelahi Dengan Kamu Tadi Ya? Soal Apa?
Mat
Kontan (Makin Jauh Akan Pergi)
Dia Mencuri Burung Saya Dan Uang Saya. Ssssst. Jangan Berisik………..(Menghilang)
Dia Mencuri Burung Saya Dan Uang Saya. Ssssst. Jangan Berisik………..(Menghilang)
Tukang
Pijat
Punya Anak Satu Kayak Selusin Saja. Kontaaaaaan, Kontaaaan
Punya Anak Satu Kayak Selusin Saja. Kontaaaaaan, Kontaaaan
Ia
Tercenung Melihat Mat Kontan Makin Jauh
Tangis Bayi Yang Makin Meninggi Menyebabkan
Tukang Pijat Itu Mendekat. Tapi Kemudian Tangis Itu Terhenti Di Dalam
Puncaknya. Terdengar Raung Perempuan Di Dalam. Kemudian Pintu Terhempas
Keluarlah Paijah Dalam Rambut Kusut Masai. Hampir Menabrak Tukang Pijat. Tangis
Paijah Terdekam Ke Dadanya. Berhenti Ia Menangis Dari Tempat Kelam Itu. Lambat
Ia Berjalan Menuju Tukang Pijat, Setengah Berteriak.
Paijah
…….Pak! Anakku Mati Pak!
…….Pak! Anakku Mati Pak!
Situa
Belum Sempat Bertanya, Perempuan Itu Melarikan Diri Ke Arah Mat Kontan Telah
Menghilang.
Selesai
Teluk
Betung. 1-Vi-1958
Tidak ada komentar:
Posting Komentar